KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih bergerak fluktuatif terhadap dolar AS. Bank Indonesia (BI) masih perlu memantau pergerakan rupiah agar tetap stabil. Mengutip Bloomberg, pukul 11.46 WIB, rupiah spot ada di level Rp 15.853 per dolar Amerika Serikat (AS), menguat 0,12%dari sehari sebelumnya yang ada di Rp 15.872 per dollar AS. Meski begitu, pada penutupan Selasa (26/11) lalu, rupiah hampir menyentuh Rp 16.000 per dollar AS, atau tepatnya di level Rp 15.935 per dollar AS. Kepala Ekonom Bank Permata Josua pardede menilai, faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah lebih didominasi dari faktor eksternal.
“Antara lain, sentimen global terhadap kebijakan ekonomi AS yang cenderung hawkish, termasuk ekspektasi tarif tambahan oleh Presiden AS terpilih, Donald Trump,” tutur Josua kepada Kontan, Kamis (28/11).
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,15% ke Rp 15.848 Per Dolar AS Pada Jumat (29/11) Faktor-faktor tersebut, lanjutnya telah mendorong penurunan aliran modal asing ke negara berkembang akibat ketidakpastian global, terutama terkait geopolitik dan kebijakan perdagangan AS. Ia menilai, sentimen penggerak nilai tukar rupiah pada akhir tahun 2024 antara lain dipengaruhi,
pertama, potensi pemangkasan suku bunga The Fed akan mempengaruhi yield US Treasury dan menarik kembali aliran modal ke pasar negara berkembang.
Kedua, realisasi defisit anggaran yang lebih rendah dari target (sekitar 2,34% PDB) dapat memberikan ruang likuiditas tambahan bagi pasar. Ketiga, faktor eksternal, termasuk fragmentasi perdagangan dan ketegangan geopolitik, dapat memperburuk volatilitas nilai tukar. Keempat, pada akhir tahun biasanya akhir tahun sering kali diiringi peningkatan permintaan dolar untuk pembayaran utang dan repatriasi laba. Meskipun demikian, Josua menyebut window dressing yang pada umumnya terjadi di pasar keuangan terutama pasar saham diperkirakan juga akan mendukung penguatan nilai tukar rupiah. Baca Juga: Penyebab Mata Uang Komoditas Sulit Rebound Meski Ada Sentimen Trump Pro Energi Fosil Lebih lanjut, untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, Josua menyampaikan Bank Indonesia bisa mengambil langkah antara lain, melanjutkan intervensi di pasar spot, DNDF, dan pasar obligasi. “Selain itu, melanjutkan untuk mengurangi penerbitan Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk menjaga likuiditas sistem perbankan,” kata Josua. Selanjutnya, BI juga bisa memastikan sinergi dengan pemerintah untuk menjaga kestabilan fiskal guna mengurangi tekanan nilai tukar. Serta, memantau utang korporasi untuk menghindari risiko likuiditas akibat depresiasi rupiah. Langkah lain, yang bisa dilakukan selain Triple Intervention misalnya mendorong penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan lintas negara di ASEAN untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 15.872 per Dolar AS Hari Ini (28/11), Terkuat di Asia Kemudian, meningkatkan cadangan dalam bentuk emas dan mata uang lainnya untuk mengurangi risiko terkait dollar. Juga BI bisa mengoptimalkan insentif kredit sektor produktif untuk meningkatkan arus modal domestik.
“Pendekatan komprehensif oleh Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan fiskal diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global,” ujar Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat