JAKARTA. Rupiah tampaknya masih akan sulit unjuk gigi. Jumat (24/10), rupiah harus menelan pil pahit tatkala tergerus 3,97% dan dihargai Rp 10.450 per dolar Amerika Serikat (AS). Secara garis besar, ada dua hal yang membuat uang garuda sulit turun ke level Rp 9.100 per dolar (AS). Pertama, label sebagai salah satu negara berkembang (emerging market) sungguh merugikan Indonesia. Banyak investor luar negeri yang mulai tak percaya dengan kemampuan pemerintah membayar surat utang.Hal ini terlihat dari memburuknya pasar Surat Utang Negara (SUN). Harga SUN seri FR0048 bertenor 10 tahun cuma 62,67 atau telah mencapai dasar terendahnya sepanjang tahun ini. Padahal dua bulan lalu, harga SUN itu sempat perkasa di titik 86,87. Ujungnya, imbal hasil (yield) pun mencapai titik tertinggi yaitu sebesar 16,88%.Kendati imbal hasil SUN makin tinggi, toh asing malah memilih mencabut dananya. Selama sepekan ini, asing sudah menarik dana sekitar US$ 4 miliar dari SUN dan cadangan devisa menyusut menjadi sekitar US$ 52 miliar. "Investor mulai menjauhi emerging market termasuk Indonesia," kata Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, kemarin.Fauzi meramalkan, rupiah masih akan bergerak di atas Rp 10.000 per dolar AS. "Saat ini, aspek psikologis pasar lebih dominan ketimbang logika ekonomi," kata Fauzi.Faktor kedua, secara global, dolar AS memang sedang menguat terhadap hampir seluruh mata uang utama di dunia, kecuali terhadap yen Jepang. Jadi, rupiah pun ikut tergencet kekuatan dolar AS.Di saat bersamaan, pasar saham juga masih akan lesu darah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih akan turun. Nico Omer Jonckheere, Vice President dan Analis Valbury Asia Futures memprediksi, indeks mungkin akan mencapai titik terendah tahun ini dalam satu hingga dua pekan nanti. "Titik terendahnya berapa, itu sangat sulit diprediksi," tegas Nico.Sepekan ke depan, ia meramal indeks bergerak di kisaran 1.100 hingga 1.300. Sekadar catatan, pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, IHSG tersungkur 6,91% dan berakhir 1.244,86. Laporan keuangan kuartal III para emiten yang menunjukkan positif, ternyata belum bisa mengangkat indeks. "Laporan keuangan tidak akan banyak membantu," kata Nico.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie