KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah pada penutupan perdagangan Rabu (8/5). Mengutip data
Bloomberg, Rabu (8/5) rupiah ditutup melemah tipis ke level Rp 16.047 per dolar AS. Di saat yang sama, indeks dolar AS terpantau menguat 0,20% ke posisi 105,62. Sedangkan kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) menguat 0,16% ke Rp 16.081 per dolar AS. Nilai tukar rupiah masih melemah di atas Rp 16.000 per dolar AS, meski Bank Indonesia (BI) sudah mengerek bunga acuan BI
rate 25 basis poin menjadi 6,25%.
Posisi rupiah jauh melampaui asumsi makro pemerintah di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) 2024 yang berada di level Rp 15.000 per dolar AS. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menerangkan, untuk menuju kembali ke Rp 15.000 per dolar AS sesuai asumsi makro memang masih berat. Hal ini mengingat aspek ketidakpastian geopolitik yang masih tinggi. Di sisi lain, suku bunga acuan Bank Sentral AS/The Federal Reserve (The Fed) juga tidak akan segera diturunkan. "Namun demikian, rupiah masih mungkin menguat ke bawah Rp 16.000 seiring kenaikan bunga acuan ke 6,25%," kata Eko kepada Kontan, Kamis (9/5).
Baca Juga: Tekanan Dominan dari Eksternal, Stabilitas Rupiah Agak Sulit Terjaga Untuk menstabilkan rupiah, lanjutnya, diperlukan kebijakan fiskal selain kebijakan moneter. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang dikejar bisa diselesaikan sesuai target. Selain itu, pemerintah perlu lebih dominan menggunakan segala sumber daya domestik mulai dari bahan baku, teknologi, tenaga kerja dan lainnya.
Ia mengimbau, penyelesaian PSN tidak hanya asal cepat selesai namun juga perlu melihat dampak bagi permintaan domestik. Hal ini dikarenakan jika bertumpu pada impor, maka kecepatan penyelesaian PSN akan berbanding lurus dengan kenaikan permintaan dolar AS di pasar. Di sisi lain, perekonomian Indonesia pada 2023 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 20.892,4 triliun pun tak bisa menjadi tolak ukur nilai tukar rupiah. "PDB lumayan namun pertumbuhan ekonomi tidak kokoh. Kinerja ekspor yang masih bergantung komoditas melambat, serta industri tertatih-tatih bersaing dengan produk impor. Jadi ya rupiahnya ikut melemah," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat