Rupiah masih terdepresiasi hingga semester I-2014



JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat saat ini tengah mengalami tekanan. Rupiah sempat diperdagangkan di pasar spot lebih dari Rp 12.000, yang merupakan nilai tukar terendah sejak Maret 2009 lalu. Managing Director of Global Markets HSBC Indonesia Ali Setiawan mengungkapkan, kondisi depresiasi rupiah diperkirakan masih akan berlangsung sampai dengan semester I-2014 mendatang.

Hal ini, menurut Ali, dikarenakan impor barang konsumsi yang tidak akan berkurang meski diimbangi dengan angka ekspor. Karena itu, tutur Ali, pada triwulan I-2014 sampai dengan triwulan II-2014, kondisi nilai rupiah diperkirakan masih akan terdepresiasi dikisaran Rp 12.000 per dollar AS.

Meski begitu, kondisi ini akan mengalami perbaikan pada tengah tahun 2014. Pada semester II-2014 nanti, akan terlihat dampak perbaikan nilai tukar rupiah. "Pada semester II-2014, kebijakan pemerintah maupun bank sentral akan terlihat dampaknya. Akan ada perbaikan sedikit dan berkurang tekanan terhadap rupiah. Kemungkinan besar bisa menguat sampai dengan Rp 11.000 per dollar AS," ujar Ali di Jakarta, Rabu (4/12). Karena itu, pemerintah harus konsisten merealisasikan paket-paket kebijakan yang telah dirilis. Sebab, lanjut Ali, belum ada aksi nyata dari pemerintah untuk pembenahan sektor riil.


Selama ini baru Bank Indonesia yang melakukan aksi responsif dan antisipatif dalam kebijakan moneternya. Hal itu, harus segera dilengkapi oleh kebijakan sektor riil pemerintah. "Harus konsisten kebijakan-kebijakannya dan juga harus dijalani. BI sudah lakukan banyak hal dan terkesan bekerja sendiri. Kebijakan pendalaman pasar tentu tidak bisa terjadi begitu saja dalam waktu satu bulan. Harus ada langkah dari pemerintah," ucap Ali. Jika paket kebijakan pemerintah tersebut benar-benar direalisasikan, Ali menilai, tidak mustahil tahun depan angka defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit akan berada di bahwa 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). "Jika dilihat dari keseriusan pemerintah untuk merealisasikan kebijakan, maka bisa saja CAD balik ke bawah 3%. Tahun ini memang worst (paling buruk), tapi kalau kebijakannya konsisten dilakukan sampai tahun depan, CAD diperkirakan bisa berada pada kisaran 2,5%-2,7%," jelas Ali. Catatan saja, pada triwulan I-2013, defisit neraca transaksi berjalan mencapai 4,4% terhadap total PDB. Hal ini masih berlangsung pada triwulan II-2013, dimana defisit transaksi berjalan mencapai US$ 9,9 miliar atau 4,4% dari PDB. Sementara itu, pada triwulan III 2013 defisit mengalami penyempitan menjadi 3,8% dari PDB atau sebesar US$ 8,4 miliar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan