Rupiah masih tertekan ekonomi Amerika



JAKARTA. Tanda-tanda kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) makin kuat. Negaranya Donald Trump ini sukses mencetak pertumbuhan ekonomi spektakuler di kuartal tiga 2016.

Kemarin, Biro Analisis Ekonomi AS mengumumkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pendahuluan di kuartal tiga mencapai 3,2%. Ini jauh lebih baik ketimbang PDB kuartal sebelumnya yang cuma 2,9%. Realisasi ini juga lebih tinggi dari konsensus pakar, yang memprediksi PDB cuma tumbuh 3%.

David Sumual, ekonom Bank Central Asia mengatakan, kekhawatiran membaiknya data perekonomian AS memberikan tekanan pada rupiah dan mata uang emerging market lainnya.


Sekadar informasi, kurs spot rupiah kemarin turun 0,21% menjadi Rp 13.650 per dollar AS. Sedang menurut kurs tengah Bank Indonesia, rupiah terkoreksi 0,61% jadi Rp 13.549 per dollar AS. Maklum, sentimen dalam negeri juga minim. Update data ekonomi baru diumumkan di awal Desember.

“Semua sentimen masih dari eksternal,” papar David.

Putu Agus Pransuamitra, Research & Analyst Monex Investindo Futures, menyebut pelaku pasar akan menunggu data inflasi yang dirilis 1 Desember nanti serta rencana aksi demonstrasi pada 2 Desember.

“Kalau berlangsung damai bisa mendorong sentimen positif,” timpal dia. Agus memprediksi hari ini rupiah akan bergerak antara Rp 13.430–Rp 13.600.

Sedangkan David memprediksi rupiah bakal bergerak di rentang Rp 13.500–Rp 13.600.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie