Rupiah Melemah, Begini Dampaknya Bagi Industri Baja



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pengaruh penguatan dolar AS terhadap rupiah akan berimbas pada pengeluaran impor bahan baku. Walau demikian, kondisi tersebut menguntungkan bagi eksportir. 

"Dengan adanya situasi di mana dolar menguat, di satu sisi menguntungkan bagi eksportir kita pasti. Tapi di sisi lain membawa dampak, di mana dolar yang menguat berpengaruh terhadap impor bahan baku yang dibutuhkan oleh industri ini sendiri," ujarnya dalam pengukuhan pengurus Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (23/10).

Ia melanjutkan, dengan harga impor tinggi akibat penguatan dolar menguat, hal ini juga akan mempengaruhi daya saing bagi produk-produk yang dihasilkan di Indonesia. 


Purwono Widodo ketua Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia atau Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISA) turut menambahkan, bahan baku baja masih diimpor. Pengusaha mengimpor bahan baku menggunakan dolar, sementara produk jadi dijual dalam rupiah.

Baca Juga: Industri Baja Domestik Diproyeksi Masih Tumbuh Double Digit Hingga Tahun Depan

Ia mengatakan, ada selisih harga dan bakal berpengaruh terhadap industri ini dalam jangka waktu pendek. Namun Purwono percaya industri dapat menyesuaikan diri dalam jangka waktu panjang.

"Kita impor dalam dolar. Saat kita jual ke pasar, dalam rupiah. Nah ada selisih itulah. Biasanya di jangka pendeknya itu akan mengganggu tapi jangka panjangnya biasanya bisa menyesuaikan. Jadi harga jual dari dolar ke rupiah disesuaikan dengan kurs baru, jadi gangguannya itu sementara," urainya.

Menperin melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tinggi di tengah perlambatan ekonomi global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2023 tercatat sebesar 5,17% (YoY), meningkat dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,04% (y-on-y). 

Industri pengolahan masih menjadi leading sector ekonomi Indonesia pada triwulan II 2023 dengan pertumbuhan sebesar 4,88% (YoY). Pertumbuhan industri pengolahan ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik dan global. Sementara, industri logam dasar tumbuh sebesar 11,49% (YoY), didorong oleh peningkatan permintaan ekspor produk baja dan ferronickel.

Lalu, kondisi ekspor impor produk baja selama triwulan I tahun 2023 menunjukkan dinamika tertentu. Pada triwulan I 2023, volume ekspor produk baja dengan Kode HS 72 dan 73 tercatat sebesar 3,18 juta ton atau naik sebesar 8,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. 

Ia mengatakan, perkembangan neraca nilai perdagangan produk baja selama periode triwulan I 2023 menunjukkan surplus US$ 3,15 miliar, nilai ini naik 14,6% dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2022 dengan nilai surplus US$ 2,75 miliar.

Baca Juga: Kemenperin Resmi Mengukuhkan Pengurus IISIA Periode 2023-2025

Secara keseluruhan, neraca perdagangan nasional terus melanjutkan tren surplus selama 39 bulan berturut-turut. Pada periode Januari - Juli 2023, surplus perdagangan telah mencapai US$ 21,24 miliar. Di tengah net ekspor yang terkontraksi, konsumsi rumah tangga dan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) memberikan sumbangan yang besar bagi pertumbuhan ekonomi.

"Industri baja memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan pesat sektor lain di Indonesia, seperti konstruksi, transportasi, alat berat, elektronik, pertahanan, dan sebagainya. Sektor industri baja memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi nasional melalui penambahan nilai (added value) dan menjadi faktor pengganda (multiplier effect) dalam meningkatkan daya saing ekonomi negara," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .