Rupiah melemah, biaya utang luar negeri membengkak



JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah telah menyebabkan beban utang luar negeri pemerintah membengkak. Realisasi belanja negara untuk membayar utang luar negeri pemerintah hingga akhir November sudah mencapai Rp 26,9 triliun.

Jumlah ini jauh lebih besar dari target semula dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013.

Sebagai informasi, dalam APBNP 2013 anggaran untuk belanja pembayaran utang luar negeri hanya sebesar Rp 15,8 triliun saja. Artinya, pembengkakan pembayaran utang luar negeri ini sudah mencapai sekitar 170% alias lebih dari dua kali lipatnya.


Menurut wakil menteri keuangan Bambang Brodjonegoro, tidak ada faktor lain yang menyebabkan kondisi tersebut selain pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS.

Bambang bilang, pembayaran utang pemerintah yang dilakukan masih tetap seperti APBNP 2013. "Cuma, karena perubahan kurs ikut mempengaruhi nilainya,” kata Bambang.

Seperti diketahui beberapa bulan terakhir nilai tukar rupiah terus loyo. Pada Jumat (6/12) di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) nilai tukar rupiah sudah berada di level Rp 11.960 per Dollar AS.

Bahkan, sehari sebelumnya rupiah sempat menembus angka Rp 12.018 per Dollar AS. Pelemahan rupiah diperkirakan masih akan tetap terjadi hingga akhir tahun.

Meski begitu, Bambang yakin tingginya pembayaran utang luar negeri tidak akan mengganggu defisit APBNP 2013.

Bambang memperkirakan, defisit anggaran bisa tetap dijaga dalam level 2,3%-2,4%. Meski realisasi belanja negara akhir tahun akan lebih tinggi dari akhir bulan November lalu, dari sisi penerimaan juga akan meningkat.

Hingga akhir November lalu, pendapatan negara yang baru mencapai 81,5% atau senilai Rp 1.224 triliun dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2013 sebesar Rp 1.502 triliun.

Pemerintah yakin penerimaan hingga akhir tahun bisa bertambah. Selain dari sisi penerimaan pajak. Bambang bilang, pelemahan nilai tukar bisa menambah pendapatan dari hasil ekspor.

Meski begitu, tambahan pendapatan tersebut tidak akan signifikan. Sehingga target pendapatan pemerintah tidak akan sesuai dengan target APBNP 2013. Sebab, harga komoditas saat ini sedang turun, sehingga penerimaan negara dari hasil ekspor akan terbatas.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, pelemahan nilai tukar masih terjadi karena faktor ekonomi global dan kebutuhan valas dalam negeri yang tinggi.

Oleh karenanya, menurut David, potensi membengkaknya jumlah utang luar negeri bisa lebih besar. Apalagi masih ada utang yang akan jatuh tempo hingga akhir bulan Desember nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan