KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell terkait rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed sebesar 50 basis points (bps) pada Maret 2023 berdampak ke pasar global. Bagi Indonesia, hal ini membuat rupiah kembali melemah ke atas level Rp 15.400 per dolar Amerika Serikat (AS). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga masih enggan beranjak dari level 6.700an dan secara year to date tercatat turun 1,25%. Dalam jangka menengah, era bunga tinggi ini diprediksi dapat berdampak ke perlambatan ekonomi global. Melihat kondisi tersebut, CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menyarankan investor dapat menyusun portofolio investasi yang lebih konservatif untuk jangka pendek hingga menengah atau dalam kurun waktu tiga sampai enam bulan ke depan. Porsi instrumen pendapatan tetap dapat lebih besar, yakni dengan persentase 50%-60%.
Investor dapat memilih obligasi dengan tenor pendek dan menengah, sebab obligasi tenor panjang lebih berisiko. Apabila ingin menempatkan dana di obligasi korporasi, investor juga perlu memastikan bahwa instrumen tersebut aman dan jauh dari risiko gagal bayar. Kemudian, sekitar 20% dana investor dapat ditempatkan di instrumen pasar uang untuk memanfatakan tingkat bunga yang lebih tinggi berkat tren kenaikan suku bunga. Lalu, sisa 20%-30% dapat ditempatkan di pasar saham, mengingat kondisinya yang sedang kurang kondusif.
Baca Juga: Nada Hawkish The Fed Menekan Pasar Saham, IHSG Terjun 0,71% Selama Pekan ini Dalam berinvestasi di saham, investor dapat menggunakan strategi value investing. "Pasalnya, semua saham rawan koreksi meski akan bagi dividen dan lain-lain. Pas ada gejolak, pasti koreksi," ucap Praska saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (10/3). Oleh sebab itu, investor perlu memilih saham yang mempunyai valuasi murah serta punya prospek bisnis yang bagus sehingga dapat mendorong pertumbuhan pendapatan dan laba pada 2023 dan 2024. Investor juga sebaiknya memilih sektor-sektor yang berpotensi menjadi unggulan pada 2024, seperti sektor perbankan besar, barang konsumen primer, instrastruktur yang merupakan utilitas publik, komoditas
crude palm oil (CPO), dan retail. Menurutnya, perbankan besar akan berperan penting dalam mempertahankan aktivitas ekonomi. Kemudian, sektor barang konsumen primer dan infrastruktur bersifat defensif, sementara CPO dan retail akan menjadi kebutuhan yang banyak dicari dalam momentum Ramadan dan Lebaran. Research Analyst PT Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani juga menilai, di kondisi yang penuh ketidakpastian seperti sekarang, investor sebaiknya berinvestasi di aset yang lebih aman, seperti pasar uang dan obligasi. Obligasi yang layak dipilih merupakan obligasi yang likuid, punya peringkat investment grade, atau obligasi pemerintah. Sementara itu, keraguan investor terhadap pasar saham terlihat dari mayoritas bursa saham global yang berkinerja negatif, terutama dalam sebulan terakhir. Akan tetapi, menurutnya, situasi ini hanya berlangsung sementara sampai semester 1 2023. "Situasi akan membaik setelah meredanya kemungkinan kenaikan suku bunga dan ketidakpastian keputusan bank sentral, baik dari sisi domestik maupun global," ucap Arjun. Terkait dengan porsi penempatan investasinya, Arjun mengatakan hal tersebut tergantung dengan profil risiko masing-masing investor. Akan tetapi, bagi yang punya profil risiko agresif, maka tetap dapat memegang saham dengan horizon investasi jangka panjang. Saham-saham yang dipilih sebaiknya saham blue chip yang mempunyai fundamental dan prospek bisnis bagus.
Baca Juga: Loyo Lagi, Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 15.450 Per Dolar AS Hari Ini (10/3) Untuk semester 2 2023, Praska mengatakan, investor dapat sedikit mengubah porsi investasinya dengan menambahkan porsi di saham dan mengurangi porsi di obligasi dan pasar uang. Besaran untuk saham dapat menjadi 30%-50%, obligasi 40%-50%, dan pasar uang 10%-20%. Hal ini seiring dengan dimulainya musim politik menjelang tahun Pemilu 2024. Di momentum tersebut, investor diprediksi akan lebih agresif. Setelah mencapai puncaknya pada semester 1 2023, suku bunga diperkirakan bakal stabil dan akan diturunkan pada 2024. Kondisi ini dipekirakan akan membuat investor lebih bullish mulai akhir kuartal III-2023 dan kuartal IV-2023. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto