KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Ekonomi China yang belum pulih membatasi kenaikan bagi Rupiah. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mencermati, pergerakan rupiah selama minggu ini fluktuatif. Rupiah sempat melemah, kemudian menguat dan kemudian melemah tipis. Penguatan rupiah di pekan ini didukung oleh data ekonomi Amerika dan ekspektasi pasar terhadap Bank Sentral AS yang kemungkinan mempertahankan suku bunga di bulan Desember 2023.
Baca Juga: Lesu, Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 15.518 Per Dolar AS Pada Hari Ini (8/12) Pasar juga memperkirakan The Fed akan mulai menurunkan suku bunga sebesar 25 bps di bulan Maret 2024 dan menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 bps di April 2024. Ibrahim menyebutkan, sentimen eksternal dari AS itulah yang membuat rupiah sempat menguat di pekan ini. Ditambah lagi, rupiah lebih tangguh menyusul data Cadangan devisa (cadev) Indonesia meningkat menjadi US$ 138,1 miliar pada November 2023 yang dirilis Kamis (7/12). Hanya saja, Ibrahim menjelaskan, belum pulihnya ekonomi China masih membawa awan hitam bagi kawasan Asia. Meskipun data neraca perdagangan China cetak surplus, namun impor mengalami penurunan signifikan yang mengindikasikan isu perlambatan ekonomi belum usai pasca diterjang badai Covid-19. “Itulah mengapa rupiah pekan ini bergerak fluktuatif,” kata Ibrahim saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (8/12). Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan, rupiah menutup perdagangan akhir pekan ini dengan pelemahan tipis. Rupiah sebenarnya bergerak cenderung menguat hari ini, namun rupiah berbalik arah saat mendekati penutupan pasar, Jumat (8/12). “Pelemahan Rupiah sejalan dengan investor yang menantikan laporan pasar tenaga kerja AS pada malam ini untuk lebih dapat mengukur arah suku bunga kebijakan the Fed ke depannya,” imbuh Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (8/12). Josua mengatakan, data Non Farm Payroll (NFP) AS diperkirakan naik sebanyak 183.000 pada November 2023. Sementara angka pengangguran diprediksi akan tetap pada tinggi tertinggi dalam 22 bulan terakhir yaitu 3,9% dan pertumbuhan upah diperkirakan sedikit melambat sekitar 4%. Sementara itu, Josua menilai pergerakan rupiah di pekan depan akan mengacu pada keputusan, serta outlook The Fed pada pertemuan FOMC yakni tanggal 12 – 13 Desember 2023. Bank sentral AS akan membahas terkait arah suku bunga acuan yang menjadi salah satu faktor utama penentu pergerakan Rupiah ke depannya. Ibrahim bilang, keputusan suku bunga tentunya akan menjadi perhatian investor. Data tenaga kerja AS akan menjadi petunjuk pertama untuk mengukur kemungkinan dari suku bunga acuan The Fed. “Jika data tenaga kerja turun maka akan direspons oleh Bank sentral AS untuk kemungkinan turunkan suku bunga di tahun depan. Sebaliknya, data tenaga kerja AS yang positif akan menahan laju rupiah. Tapi saya optimis data AS terutama Payroll tidak sesuai ekspektasi atau turun,” ungkap Ibrahim.
Baca Juga: Penguatan Menyempit, Rupiah Spot Berada di Rp 15.502 Per Dolar AS, Jumat (8/12) Siang Ibrahim memperkirakan rentang pergerakan rupiah akan berada pada kisaran Rp 15.450 per dolar AS - Rp 15.560 per dolar AS. Sedangkan, Josua memproyeksi rupiah bergerak di kisaran Rp 15.400 – Rp 15.600 per dolar AS. Mengutip Bloomberg, Rupiah spot ditutup pada level harga Rp 15.517 per dolar AS di perdagangan akhir pekan, Jumat (8/12). Dalam sepekan, rupiah spot melemah sekitar 0,20% daripada posisi akhir pekan lalu di Rp 15.485 per dolar AS. Namun Rupiah spot terpantau menguat tipis 0.02% secara harian dari posisi kemarin Rp 15.515 per dolar AS. Sementara itu, Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup di posisi Rp 15.500 per dolar AS, Jumat (8/12). Secara mingguan, rupiah jisdor telah menguat sekitar 0,15%. Secara harian, rupiah jisdor bergerak naik 0.23% dari posisi Rp 15.536 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi