KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah kembali menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sejumlah saham yang memiliki margin impor besar turut tertekan. Pelemahan rupiah ini bahkan sudah berlangsung selama empat hari berturut-turut sebelumnya. Mengutip Bloomberg pukul 12.45 WIB, rupiah melemah 0,19% ke level Rp 13.975 per dollar Amerika Serikat (AS) atau menyamai level terendahnya bulan April lalu. Bernadus Karmen Winata, Direktur dan Corporate Secretary PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menilai kondisi pelemahan rupiah karena faktor global akan membawa dampak negatif terhadap profitabilitas perusahaan.
KLBF mengupayakan pengelolaan margin melalui strategi bauran produk serta efisiensi biaya produksi dan pemasaran. “Kami mengharapkan agar nilai tukar rupiah kembali stabil sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat,” kata Bernadus kepada Kontan.co.id, Kamis (3/5). Selain itu, perusahaan juga sudah mengupayakan beban kurs pada tahun ini. Untuk mengatasi selisih kurs, KLBF mengelola dampak kurs dengan menyediakan cadangan valuta asing, sehingga pelemahan kurs diharapkan tidak berdampak negatif secara signifikan. “Dampak langsung terhadap margin akan dikelola dengan pengaturan bauran produk dan efisiensi biaya operasional,” imbuhnya. Strategi berbeda dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk (KAEF). Dalam catatan KONTAN, emiten ini sudah melakukan pembelian bahan baku besar-besaran pada tahun lalu. Volume pembelian tersebut dapat membuat cadangan bahan baku aman dalam kurun dua tahun. Sehingga, kebutuhan pada tahun ini cukup aman. Dengan skema pembelian besar-besaran seperti itu, KAEF akhirnya bisa menekan harga bahan baku antara 5% hingga 10%. Besaran ini tentu lebih dari cukup untuk mengompensasi pelemahan kurs yang terjadi. Sedangkan pada sektor penerbangan, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) juga menerapkan strategi hedging agar bisa meredam efek negatif pelemahan rupiah. Emiten ini meningkatkan pendapatan dalam bentuk mata uang dollar AS. Di antaranya lewat penambahan rute internasional dan penambahan frekuensi.
“Ada kami buka di China dan India. Kami juga menambah frekuensi di Australia,” kata Ikhsan Rosan, VP Corporate Communication PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) kepada Kontan.co.id. Meski ada emiten yang tertekan atas sentimen ini, sejatinya ada pula yang diuntungkan, yakni eksportir. Emiten tekstil seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) yang memiliki pangsa pasar ekspor besar bisa mengambil cuan dari kondisi ini. Selain itu, eksportir batubara juga diuntungkan. Diantaranya seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Medco Energi International Tbk (MEDC), dan eskportir perikanan seperti PT Dharma Samudera Fishing Tbk (DSFI). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto