Rupiah Melemah Hampir 4% Sebulan Hingga Rabu (30/10), Efek Ekonomi Global



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah cenderung tertekan menjelang akhir Oktober ini. Rabu (30/10), kurs rupiah Jisdor berada di Rp 15.732 per dolar Amerika Serikat (AS). Kurs rupiah melemah 3,88% jika dibandingkan dengan posisi akhir September yang ada di Rp 15.144 per dolar AS.

Dinamika global, termasuk situasi Timur Tengah dan dinamika politik di Jepang hingga isu terkait rilis data ketenagakerjaan di AS yang diperkirakan tidak sesuai dengan yang harapan berpengaruh pada fluktuasi nilai tukar rupiah. 

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, kondisi ekonomi global membuat investor fly to quality alias mencari aset yang minim risiko. Menurut dia, para investor lebih memilih memegang mata uang yang likuid dan dianggap kuat. 


"Economic outlook oleh IMF yang dirilis belum lama ini yang mengatakan bahwa Indonesia hanya akan tumbuh di kisaran 5% hingga 2029, salah satunya akibat beban utang yg tinggi, juga ikut berpengaruh pada nilai tukar rupiah," kata Wijayanto kepada Kontan.co.id, Rabu (30/10).

Baca Juga: Anak Eks Menkeu & Gubernur BI era Orde Baru, Digugat Bank Mandiri Rp 548,52 Miliar

Wijayanto mengatakan proyeksi pertumbutahan ekonomi tersebut membuat target pertumbuhan ekonomi 8% semakin sering dipertanyakan. Ditambah tren penurunan daya beli belum menunjukkan tanda-tanda membaik.

"Meski begitu saya rasa pergerakan rupiah ini masih wajar, rupiah tidak akan mengalami guncangan berarti hingga akhir tahun," ujarnya. 

Menurut Wijayanto, Bank Indonesia (BI) perlu memastikan BI repo rate menarik bagi investor. Yang juga penting adalah strategi jangka menengah untuk memperkuat cadangan devisa dengan memodifikasi peraturan lalu lintas devisa.

Dia menyebut, DHE SDA harus diparkir lebih lama di Indonesia. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap SRBI yang mahal, dan untuk mengantisipasi kondisi fiskal yang tidak sesuai harapan di tahun depan.

Baca Juga: Rupiah Diproyeksi Menguat ke Rp 15.106 per Dolar AS pada Akhir 2024, Ini Pendorongnya

Peneliti Macroeconomic, Finance and Political Economy Research Group LPEM UI Jahen F Rezki mengatakan, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh faktor eksternal. Khususnya eskalasi perang di Timur Tengah yang semakin membesar. Ada juga efek rilis data ketenagakerjaan AS yang diperkirakan tidak sesuai dengan yang harapan, sehingga suku bunga belum akan berubah. 

Selain itu juga stimulus yang dilakukan oleh pemerintah China membuat banyak investor asing yang mulai masuk ke pasar China.

"Rupiah saya rasa masih akan di kisaran Rp 15.800-Rp 16.000 per dolar AS karena BI akan terus mengupayakan agar nilai rupiah tidak terus bergejolak," ungkap Jahen kepada Kontan.co.id, Rabu (30/10).

Jahen melihat, kebijakan BI  tidak akan jauh dari kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Walau tentunya akan berimplikasi dengan semakin tergerusnya cadangan devisa yang ada sekarang. 

"Saya rasa nilai tukar nantinya juga tergantung dari reaksi BI terhadap keputusan the Fed," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati