JAKARTA. PT Indosat Tbk (ISAT) tengah mengkaji kembali rencana pembiayaan tahun ini. Pasalnya, kondisi rupiah masih terus melemah. Direktur Utama ISAT Alexander Rusli mengatakan, perseroan berfikir ulang untuk melunasi utang obligasi sebesar US$ 650 juta yang jatuh tempo tahun 2020. Sebelumnya, ISAT berencana melunasi tahun ini. "Namun, kondisi rupiah saat ini berbeda dengan waktu pembicaraan akhir tahun lalu," ungkapnya, Rabu (11/2). ISAT berencana mengurangi porsi utang dalam mata uang dollar Amerika Serikat (AS) dan memperbanyak pembiayaan dengan mata uang rupiah. Saat ini, ISAT memiliki utang dalam mata uang dollar AS senilai US$ 850 juta. Melihat nilai tukar yang terus melemah, rencana ini tentu membutuhkan biaya yang cukup besar. Maka, tahun ini ISAT memutuskan untuk membayar sebagian dari obligasi US$ 650 juta tersebut.
Tahun ini, ISAT juga memiliki utang jatuh tempo senilai Rp 3,17 triliun. Utang tersebut pertama berasal dari pinjaman Rp 1,5 triliun dari PT Bank Central Asia (BBCA) yang akan jatuh tempo 10 Februari 2015. Kedua, fasilitas pinjaman revolving berjangka senilai Rp 700 miliar dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang jatuh tempo 16 Juni. Ketiga, pinjaman Rp 650 miliar dari Bank Sumitomo Mitsui Indonesia yang jatuh tempo 31 Desember. Dan keempat, obligasi Indosat keenam tahun 2008 seri B senilai Rp 320 miliar yang akan jatuh tempo 9 April 2015. ISAT akan menerbitkan obligasi senilai Rp 2,5 triliun di kuartal II- 2015. Dana penerbitan obligasi ini nantinya akan digunakan untuk refinancing dan belaja modal. Tahun ini ISAT akan fokus meningkatkan jumlah pelanggan. Pertama, ISAT akan berupaya menarik pelanggan baru untuk menggunakan layanan data. Kedua, perseroan akan meningkatkan pengguna data dari pelanggan lama. Salah satu caranya dengan meningkatkan kualitas jaringan.