Rupiah Melemah ke Level Terendah



JAKARTA. Rupiah memasuki masa paling menegangkan dalam sepekan belakangan. Hari ini, mata uang garuda itu sudah mencapai posisi terendah setelah sempat menguat pada 7 Maret lalu di level Rp 9.060 per dolar Amerika Serikat (AS).

Hingga pukul 19.50, hari ini, rupiah masih tertekan dan berada di posisi Rp 9.375 per dolar AS. Itu artinya, sepanjang lima hari belakangan, rupiah sudah melemah 2,42%. Meski demikian, angka year to date (ytd) Rupiah masih positif atau sebesar 0,27%.

Ekonom Bank BNI Tony Prasentiantono menilai, ada empat penyebab pelemahan rupiah. Pertama, tidak adanya intervensi Bank Indonesia (BI) dalam menjaga rupiah. Sejauh ini, upaya yang dilakukan BI untuk menjaga rupiah hanya dengan menaikkan tingkat suku bunga saja. Padahal, intervensi yang lebih banyak dengan melepas cadangan devisa ke pasar masih diperlukan.


Kedua, investor melihat kenaikan tingkat suku bunga belum cukup tinggi. "Mungkin pasar menghendaki bunga yang lebih tinggi lagi karena bunga deposito sendiri kan sudah 13%," kata Tony. Ketiga, sentimen penguatan Dolar terhadap sejumlah mata uang negara asing karena prospek ekonomi Amerika yang mulai membaik.

Keempat, neraca perdagangan bulan Juli yang masih defisit US$ 270 juta. "Hal itu menekan rupiah. Dengan neraca perdagangan yang defisit, cadangan devisa kita juga tidak akan naik," ujar Tony. Otomatis, hal tersebut membuat kemampuan BI melemah dalam menjaga rupiah.

Tony menilai, pelemahan ini masih akan berlangsung lama karena prospek perbaikan ekonomi AS masih membutuhkan waktu. "Kita lihat dulu dalam jangka waktu sebulan ini," katanya. Pelemahan Rupiah, lanjut Tony, masih bisa diantisipasi jika pemerintah menaikkan lagi tingkat suku bunga menjadi 9,5%. “Dengan demikian, maka nantinya akan terjadi arus balik di mana dolar ditukar dengan rupiah lagi,” imbuh Tony.

Sementara itu, Direktur Currency Management Group Farial Anwar menilai pelemahan Rupiah terjadi karena adanya panic selling di pasar finansial. "Hasil penjualan saham dibelikan dolar," kata Farial. Hal itu membuat likuiditas dolar terbatas dan harganya pun merangsek naik.

Farial juga menilai, strategi BI dalam menjaga rupiah tidak berhasil. “BI seharusnya bisa mengendalikan rupiah, tidak hanya melalui intervensi saja tapi juga melalui kontrol terhadap bank-bank yang melakukan spekulasi. Jangan dibiarkan mereka berspekulasi di pergerakan rupiah" kata Farial.

Meski demikian, ia menilai sampai akhir minggu depan, tekanannya tidak akan terlalu besar, karena kejatuhan rupiah kali ini terjadi di akhir pekan. Rupiah minggu depan, menurut Farial, akan bergerak di kisaran Rp 9.250 sampai Rp 9.450 per dolar AS.

Gubernur BI Boediono sendiri menilai, penurunan rupiah lebih disebabkan karena gejala global karena dolar menguat hampir terhadap semua mata uang di dunia. "Ini adalah gerakan pasar, saya kira secara fundamental tidak ada masalah," ujarnya. Boediono menyatakan BI masih akan terus menjaga rupiah dengan mengurangi volatilitas yang tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie