Rupiah melemah, prospek pasar obligasi makin tertekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah yang makin merosot turut menekan pasar obligasi dalam negeri. Ini ditunjukkan penurunan indeks Inter Dealer Market Association (IDMA) ke level terendahnya sejak 2015 pada Selasa (4/9).

Mengutip Bloomberg, indeks IDMA menyentuh level terendahnya sejak Desember 2015 pada level 92,31 atau turun 0,43% dari hari sebelumnya. Dalam sepekan, indeks IDMA sudah menurun 2,43%.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman menilai, tekanan di pasar obligasi masih akan terus berlanjut selama nilai tukar rupiah di pasar spot terus melemah. Seperti diketahui, pasar obligasi domestik masih digerakkan oleh investor asing sehingga rentan terhadap sentimen global.


"Saat ini yield surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun sudah mencapai 8,3%, sementara belum ada tanda-tanda pelemahan rupiah akan mereda," ujar Juniman, Selasa (4/9).

Menurut Juniman, posisi yield SUN bertenor panjang tersebut memang makin atraktif sebab memiliki spread yang lebar dengan tingkat inflasi terakhir per Agustus 2018 sebesar 3,2% year-on-year (yoy). Namun, di sisi lain kondisi yield tersebut sudah mulai masuk posisi yang mengancam.

Pasalnya, saat ini spread antara SUN bertenor pendek dan panjang semakin kecil. Misalnya, yield SUN bertenor 1 tahun saat ini 7%, sementara yield SUN bertenor 5 tahun lebih dekat lagi pada level 8,15%.

"Dengan kondisi seperti ini, investor yang masih mau masuk pasar obligasi lebih baik pilih SUN bertenor pendek. Dengan risiko yang relatif lebih kecil, obligasi bertenor pendek menawarkan yield yang tidak beda jauh dengan obligasi bertenor panjang," ujar Juniman.

Adapun Juniman mengatakan, seberapapun menariknya yield saat ini, prospek obligasi masih terancam. Ini juga terlihat dari upaya Bank Indononesia terus melakukan intervensi di pasar obligasi.

Juniman memproyeksikan, jika rupiah terus melemah hingga menembus Rp 15.000 per dollar AS, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun akan tambah menanjak. "Yield SUN 10 tahun kelihatannya bisa menyentuh 8,5% sampai 9% kalau rupiah nanti mencapai Rp 15.000," tandas Juniman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat