Rupiah Melorot Pukul Industri Manufaktur



JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah sudah pasti berdampak pada industri manufaktur. Pasalnya, nilai tukar rupiah merosot membuat industri manufaktur harus menanggung selisih kurs, terlebih lagi bagi industri yang sebagian besar bahan bakunya masih harus diimpor.

Hampir seluruh industri manufaktur terimbas pelemahan nilai tukar. Di antaranya, industri elektronik, industri otomotif, tekstil, kemasan, dan alas kaki.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat bilang, pelemahan nilai tukar rupiah bakal berdampak besar bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang orientasi pasarnya domestik. "Kalau industri TPT yang orientasinya ekspor tidak ada masalah, karena mereka membeli bahan baku dalam dollar AS, tapi penghasilannya juga dollar AS," jelasnya kepada KONTAN, Kamis (22/8).


Pukulan besar justru dialami produsen TPT yang berorientasi pasar domestik. Pasalnya, meski biaya produksi meningkat karena harga bahan baku impor jadi lebih tinggi, namun produsen tak bisa menaikkan harga jual produknya. Sebab, kenaikan harga jual produk di pasar domestik bisa menurunkan daya beli masyarakat.

Pelemahan nilai tukar rupiah juga membuat biaya produksi para produsen kemasan, alas kaki, elektronik, dan alas kaki membengkak. Maklum saja, sebagian komponen dan bahan baku industri tersebut masih impor.

Direktur Pengembangan Bisnis Indonesia Packaging Federation (IPF) Ariana Susanti bilang, saat ini sekitar 50% bahan baku plastik masih impor.Untuk bisa mempertahankan usahanya di tengah pelemahan nilai tukar, Ade bilang, pebisnis TPT yang beroerientasi pasar domestik memilih menahan barang di gudang ketimbang melepasnya ke pasar. Tapi, "Paling lama produsen menahan stok barang di gudang selama dua bulan," katanya.

Namun, menahan barang terlalu lama membuat arus kas para produsen TPT domestik bakal tersendat. Jika kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terus berlanjut, Ade bilang, mau tidak mau para produsen TPT yang selama ini berorientasi pada pasar domestik harus mulai mengalihkan produknya ke pasar ekspor. "Para produsen TPT harus mencari pasar ekspor baru bagi produknya," jelasnya.

Ketua Electronic Marketer Club (EMC) Rudyanto bilang, produsen elektronik tengah menyiapkan strategi efisiensi dan menaikkan harga agar margin tak tergerus. "Secara industri, kemungkinan harga naik 5%. Tapi kenaikan harga tergantung pada prinsipal dan jenis produk," ungkapnya.Strategi menaikkan harga jual juga dilakukan oleh industri kemasan plastik. "Produsen ada yang menaikkan harga karena kenaikan beban ini,” ujar Ariana.

Direktur Erajaya Swasembada, Budiarto Halim bilang pelemahan nilai tukar membuat harga produk telekomunikasi juga naik. Namun, sebagai distributor, Erajaya hanya mengikuti kenaikan harga dari prinsipal.

Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Rahmat Samulo menjelaskan, TAM memilih untuk melakukan berbagai efisiensi dengan menekan biaya produksi. Langkah ini dilakukan untuk menghindari kenaikan harga jual mobil supaya tetap bisa bersaing di pasar dengan para kompetitor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi