KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (4/6). Mengutip
Bloomberg, rupiah di pasar spot menguat 0,06% ke level Rp 16.220 per dolar AS. Sedangkan di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), kurs rupiah juga naik 0,03% ke posisi Rp 16.220 per dolar AS. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, penguatan rupiah disebabkan oleh pelemahan indeks dolar setelah rilis data konstruksi AS dan manufaktur AS yang lemah pada Senin (3/6).
Josua memprediksi, rupiah akan melanjutkan penguatan secara terbatas pada perdagangan Rabu (4/6). Penguatan rupiah esok sejalan dengan perkiraan penurunan data pembukaan pekerjaan JOLTS, serta perlambatan data
Durable Goods Order. Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan di bulan April lalu menjadi sebesar 6,25%. Hal ini dilakukan guna mengatasi pelemahan rupiah dan inflasi yang kembali sedikit mengalami kenaikan.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Koreksi Terbatas, Simak Rekomendasi Saham Untuk Rabu (5/6) Namun, saat ini terjadi ketidakpastian. Bank Indonesia diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga jika rupiah terus melemah. Untuk itu, BI menunda waktu pemangkasan suku bunga pertama untuk BI-Rate, dan BI diprediksi baru menurunkan suku bunganya di kuartal ke keempat 2024. Dengan begitu, Josua pun memproyeksikan bahwa rupiah akan bergerak pada rentang Rp 16.175 per dolar AS-Rp 16.275 per dolar AS, pada Rabu (5/6). Sementara itu, Analis Senior Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, wajar kalau rupiah ditutup naik pada hari ini, Selasa (4/6). Pasalnya, dalam sepekan terakhir, volatilitas pasar global masih tinggi karena data-data ekonomi AS yang membaik dengan US
consumer confidence yang menguat ke level 102 pada Mei 2024 (di atas konsensus 96). “Kemudian, juga didorong oleh pernyataan
hawkish dari pernyataan pejabat The Federal Reserve,” kata Reny saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/6). Untuk diketahui, hampir semua pejabat The Fed mengawatirkan risiko inflasi AS yang masih tinggi dan berada di atas target bank sentral AS yang sebesar 2%. Alhasil, The Fed memerlukan waktu untuk melihat perkembangan data-data ekonomi sebelum benar-benar menurunkan Fed Funds Rate.
Baca Juga: Rupiah Menguat ke Rp 16.220, Simak Proyeksi Untuk Selasa (5/6) Komentar yang paling
hawkish datang dari Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari, yang menyatakan bahwa The Fed belum sepenuhnya mengesampingkan kenaikan suku bunga tambahan. Ini yang menjadi trigger penguatan dolar AS lebih lanjut dan USD index masih tetap berada di sekitar 104 – 105. Sedangkan pada Juni 2024, Reny memprediksi bahwa pasar akan
wait and see terhadap hasil FOMC meeting yang akan diselenggarakan pada bulan ini. “Yang akan menjadi perhatian tentunya apakah ada perubahan Fed Guidance dari Maret 2024, ketika The Fed masih berencana memangkas Fed Rate tiga kali tahun ini, dan target indicator ekonomi AS lainnya seperti PDB, Inflasi, dan tingkat pengangguran,” kata dia.
Dari dalam negeri, pasar mencerna rilis data inflasi Mei yang dirilis di bawah ekspektasi pasar. Inflasi tahunan tercatat sebesar 2,84% pada Mei 2024, lebih rendah dari ekspektasi sebesar 2,94% dan dari bulan April 2024 yang sebesar 3,00%. Dengan faktor-faktor tersebut, Reny memperkirakan USD/IDR akan berada di kisaran Rp 16.000 per dolar AS-16.300 per dolar AS untuk sebulan ke depan, bergantung pada kepastian hasil FOMC meeting Juni 2024. Sementara pada perdagangan Rabu (5/6) rupiah diprediksi bergerak di kisaran Rp 16.174 per dolar AS-Rp 16.234 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati