KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah berhasil naik berkat data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih lemah. Inflasi yang berada di bawah ekspektasi pasar mengindikasikan suku bunga acuan bakal dipangkas. Seperti diketahui, Indeks harga Price Consumption Expenditure (PCE) inti AS terpantau naik 0,2% dari bulan sebelumnya pada bulan April 2024, setelah kenaikan sebesar 0,3% pada bulan Maret. Kenaikan inflasi ini paling lambat di sepanjang 2024 berjalan, dan di bawah ekspektasi pasar sebesar kenaikan 0,3%. Akibatnya, dolar telah melemah dan sebaliknya Rupiah bergerak menguat. Mengutip Bloomberg, Senin (3/6), rupiah spot menguat sekitar 0,14% ke level Rp 16.230 per dolar AS. Senada dengan penguatan di pasar spot, rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) terpantau menguat 0,15% ke posisi Rp 16.225 per dolar AS.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan, pembacaan inflasi utama yang selaras telah membuat para pedagang meningkatkan posisi untuk penurunan suku bunga The Fed pada bulan September.
Baca Juga: Ekonomi AS Lemah, Rupiah Terapresiasi pada Perdagangan Senin (3/6) Dimana, pasar keuangan awalnya memperkirakan penurunan suku bunga pertama akan dilakukan pada Maret, namun kemudian diundur ke Juni dan sekarang ke September 2024. Ibrahim menambahkan, fokus pasar minggu ini adalah pada keputusan suku bunga di Eropa dan Kanada. Dengan asumsi Bank Sentral Eropa maupun Bank Sentral Kanada akan mulai memangkas suku bunga, maka berpotensi memicu pelonggaran moneter di seluruh dunia. “The Fed juga akan mengadakan pertemuan minggu depan, meskipun bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil,” ungkap Ibrahim dalam risetnya, Senin (3/6). Tak hanya terangkat ekspektasi pemangkasan suku bunga, Ibrahim melihat bahwa penguatan rupiah hari ini dipengaruhi oleh rilis data tingkat inflasi Indonesia. Seperti diketahui, tingkat inflasi Indonesia pada Mei 2024 mencapai 2,84% YoY. Nilai inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan posisi April sebesar 3%. Sedangkan secara bulanan, Indonesia pada bulan Mei 2024 mengalami deflasi. “Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan dan energi. Kemudian, momen Ramadan dan Idul Fitri yang telah usai membuat harga sektor pangan mengalami deflasi,” tutur Ibrahim. Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong menambahkan bahwa penguatan rupiah terhadap dolar AS terjadi setelah data inflasi PCE Amerika sedikit lebih lemah. Hasil PCE AS sebagai ukuran pilihan Federal Reserve untuk mengukur inflasi tersebut kemudian memicu sentimen
risk-on di pasar. Namun demikian, Lukman melihat, penguatan rupiah ini mungkin hanya sementara. Hal itu mengingat investor masih
wait and see menantikan serangkaian data ekonomi terutama dari AS yaitu ISM Manufaktur dan Non Farm Payroll (NFP) pekan ini.
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Menguat Tipis ke Rp 16.251 Per Dolar AS, Senin (3/6) “Khususnya besok akan tergantung hasil dari rilis data ISM manufaktur AS malam ini,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Senin (3/6). Lukman bilang, data-data manufaktur AS belakangan ini agak mengecewakan. Sehingga, ada potensi data manufaktur AS nanti malam bakal kembali lemah dan mendukung rupiah. Akan tetapi, penguatan diperkirakan akan terbatas karena investor masih
wait and see data tenaga kerja AS di akhir pekan. Untuk perdagangan Selasa (4/6), Lukman memproyeksi rupiah akan berada di rentang Rp 16.150 – Rp 16.300 per dolar AS. Sementara, Ibrahim memperkirakan rupiah akan ditutup pada rentang Rp 16.220 – Rp 16.270 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi