KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah menguat terhadap hampir semua mata uang utama, kecuali poundsterling (GBP) pada semester 1 2023. Secara
year to date (YtD) hingga Juni 2023, rupiah melemah 1,27% terhadap GBP ke Rp 19.003,62 dari Rp 18.764,48 pada akhir Desember 2022. Secara berurutan, besaran penguatan rupiah dari yang terkecil hingga terbesar terjadi pada Franc Swiss (CHF), dolar Kanada (CAD), Euro (EUR), dolar Amerika Serikat (USD), dolar Singapura (SGD), dolar Australia (AUD), dan Yen Jepang (JPY). Penguatan terkecil terjadi pada CHF yang sebesar 0,73% YtD dan penguatan terbesar pada JPY 11,83%.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan, penguatan rupiah terhadap mayoritas mata uang didukung oleh cemerlangnya serangkaian data ekonomi dalam negeri. Sebut saja neraca perdagangan dan inflasi yang melandai serta performa dolar yang mulai terkoreksi di akhir semester 1 2023.
Aliran masuk dana asing ke Indonesia cukup deras ketika The Fed memberi sinyal bahwa ruang kenaikan suku bunga acuannya mulai mengendur sejalan dengan inflasi AS yang melandai. Ditambah lagi, kondisi ekonomi dan politik di Indonesia cenderung kondusif.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah, Simak Proyeksinya di Perdagangan Kamis (6/7) Bank Indonesia mencatat,
net buy asing secara keseluruhan sejak awal tahun hingga 26 Juni 2023 mencapai Rp 94,68 triliun.
Net buy pada surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 80,43 triliun, sementara di pasar saham tercatat Rp 14,5 triliun. "Kondisi ini terbalik dengan yang terjadi pada tahun lalu yang mana banyak terjadi aksi
net sell," kata Nanang saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (5/7). Berkaca dari perkembangan ekonomi global di AS, China, dan Eropa, terlihat adanya upaya untuk terus menekan inflasi. China masih mengalami perlambatan ekonomi karena belum sepenuhnya pulih dari penyesuaian setelah dibukanya
lockdown Covid-19. The Fed kemungkinan hanya bakal menaikkan suku bunga dua kali lagi, seiring inflasi yang diproyeksi akan terus turun mendekati target 2%. Hal yang sama dilakukan bank sentral utama lainnya yang terus gencar menekan inflasi dengan pengetatan moneter. Sementara dari dalam negeri, Bank Indonesia masih nyaman dengan suku bunga saat ini di 5,75%. Ruang pemangkasan suku bunga ke depannya terbuka seiring melandainya inflasi tahunan Indonesia yang sudah berada di 3,52% pada Juni 2023. Melihat sentimen-sentimen tersebut, Nanang menilai dolar AS punya ruang penguatan terbatas seiring potensi perlambatan kenaikan suku bunga The Fed yang bakal menekan dolar. Ditambah lagi, ada kabar mengenai dedolarisasi. "Rivalitas utama dolar perlu dipertimbangkan, seperti euro dan poundsterling. Potensi penguatan kedua
currency tersebut berasal dari pelemahan dolar serta kebijakan suku bunga dan sentimen ekonomi yang perlahan di jalur pemulihan," tutur Nanang. Di sisi lain, penguatan rupiah juga masih terbatas karena beberapa faktor ke depan. Sebut saja kinerja dolar serta momentum jelang pemilu tahun depan. "Dengan pelemahan rivalitas rupiah saat ini, maka bisa dilakukan
buy on weakness dengan tepat, terutama mata uang yang memiliki prospek yang cukup baik," kata Nanang.
Baca Juga: Rupiah Jisdor Naik Tipis 0,03% ke Rp 15.013 Per Dolar AS Pada Rabu (5/7) Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan, salah satu pendorong penguatan poundsterling terhadap nilai tukar rupiah di antaranya adalah
stance kebijakan moneter Bank of England yang cenderung agresif di tahun 2023. Hal ini merupakan respons atas tingkat inflasi Inggris yang masih cenderung tinggi. Penguatan poundsterling yang melampaui performa mata uang lainnya kemudian mendorong GBP secara relatif menguat terhadap rupiah.
"Sementara itu, pelemahan mata uang lainnya terhadap rupiah didorong oleh solidnya nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," kata Josua. Rendahnya inflasi dan prospek ekonomi yang baik mendorong masuknya investor asing ke Indonesia sehingga mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Dari sisi transaksi berjalan, terlihat bahwa transaksi berjalan Indonesia di tahun 2023 dapat mencatatkan surplus berkat harga komoditas yang cenderung bergerak stabil, setelah terjadi penurunan signifikan di awal tahun 2023. Ke depannya, mata uang yang berpotensi cenderung menguat terhadap rupiah adalah dolar Australia. Hal ini seiring dengan potensi inflasi di Australia yang masih tinggi dan juga arah kebijakan bank sentral Australia yang tetap menekankan kebijakan penanganan inflasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi