Rupiah minim sokongan domestik, rentan digempur sentimen eksternal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali September, nilai tukar rupiah justru makin mengkhatirkan. Hari ini, Senin (3/9), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sudah menyentuh level Rp 14.815, level terendah rupiah sejak 1998 silam.

Gempuran sentimen eksternal tampaknya masih mengepung mata uang Garuda. Tak hanya terhadap dollar AS, rupiah juga melemah terhadap mata uang utama lain seperti euro dan poundsterling hari ini.

"Rupiah bisa menguat kalau pemerintah benar-benar dapat menggenjot penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) untuk menambal defisit neraca transaksi berjalan yang makin lebar," ujar Andri Hardianto, analis Asia Trade Point Futures, Senin (3/9).


Pasalnya, saat ini rupiah mendapat tekanan dari banyak sisi. Pertama, kekhawatiran pasar terhadap keberlanjutan perang dagang. Kedua, kondisi krisis ekonomi yang dihadapi sesama negara berkembang yakni Turki dan Argentina. Selain itu, menurut Andri, harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia juga berpotensi mengalami tren penurunan.

"Sebetulnya, kinerja ekspor Indonesia sepanjang semester-I lalu cukup bagus, tapi penerimaan DHE tidak maksimal sehingga belum bisa mengimbangi defisit transaksi berjalan," pungkas Andri.

Jika defisit transaksi berjalan tak kunjung mengalami perbaikan, Andri khawatir, nilai tukar rupiah akan terus merosot, apalagi di tengah kekhawatiran pelaku pasar yang tinggi seperti saat ini. Belum lagi, akan ada pembayaran dividen di akhir kuartal ketiga nanti dan pembayaran cicilan utang pemerintah jelang akhir tahun yang akan mengerek jumlah kebutuhan dollar di dalam negeri.

Proyeksi Andri, rupiah berpotensi makin melemah hingga Rp 14.900 bahkan Rp 15.000 per dollar AS di akhir tahun selama belum ada kemajuan pada neraca transaksi berjalan Indonesia. "Ketergantungan pasar pada dana asing membuat kita rentan terhadap perubahan keseimbangan ekonomi global," tandasnya.

Sementara, ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual, mengatakan, penguatan rupiah sangat bergantung pada perkembangan kesepakatan dagang antara AS dan China. Sayang, ia enggan memberi proyeksi level nilai tukar rupiah untuk jangka pendek maaupun panjang.

"Kalau ada perkembangan bagus, rupiah berpeluang kembali menguat secara bertahap. Tapi kalau justru makin memburuk, rupiah terancam melemah terus," ujar David.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia