KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah spot ditutup melemah 0,08% ke level Rp 14.842 per doalr Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan Senin (12/9). Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh sentimen internal dan eksternal. Dari luar negeri, menurutnya, Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga deposito utamanya menjadi 0,75% dari nol minggu lalu. Ini merupakan kenaikan terbesar yang pernah ada.
"Pejabat ECB melihat risiko yang meningkat membuat mereka harus menaikkan suku bunga utamanya menjadi 2% atau lebih, setidaknya kenaikan 125 basis poin, untuk mengekang rekor inflasi tinggi di Zona Euro meskipun ada kemungkinan resesi," ucap Ibrahim dalam Siaran pers yang diterima Kontan.co.id. Senin (12/9).
Baca Juga: Bertenaga, Rupiah Jisdor Menguat ke Rp 14.839 Per Dolar AS Pada Senin (12/9) Sementara itu, Federal Reserve bertemu minggu depan dan secara luas diperkirakan akan menaikkan suku bunga yang substansial. Dari domestik, pelaku pasar menilai penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) adalah kebijakan yang sulit dihindari pemerintah, ketika harga minyak dunia terus berada di kisaran US$ 100 per barel seperti sekarang ini. Kebijakan ini adalah pil pahit yang harus kita telan untuk kesehatan fiskal negara.
Ibrahim menyampaikan sampai saat ini, publik masih terjebak pada opini populis dalam menyikapi kenaikan harga BBM. Sebagian publik masih mengabaikan fakta obyektif kondisi keuangan negara, nilai tukar rupiah, dan krisis energi global. Konflik antara Rusia dan Ukraina sebenarnya telah membuat produksi dan pasokan minyak mentah dari kedua negara terhambat, sehingga terjadi kenaikan harga minyak dunia. Tak mengherankan jika harga keekonomian BBM di dalam negeri juga mengalami kenaikan. Ibrahim memproyeksikan pada perdagangan Selasa (13/9) rupiah kemungkinan akan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah berada di rentang Rp 14.830 per dolar AS-Rp 14.890 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi