KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah makin lesu pada perdagangan hari ini, Senin (17/12). Kurs rupiah terdorong ke level Rp 14.600 per dollar AS. Di pasar spot pukul 13:29, rupiah melemah 0,27% ke level Rp 14.620 per dollar AS. Sedangkan di kurs acuan Bank Indonesia, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah melemah 0,54% menjadi Rp 14.617.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan, pelemahan rupiah dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh pelambatan ekonomi pascaperang dagang AS-Cina, Brexit, dan perlambatan Ekonomi di China. Menurut Ibrahim, angka pengangguran di AS yang relatif rendah mengindikasikan bank sentral AS, The Fed, akan menaikkan suku bunga pada saat rapat FOMC pada 19-20 Desember mendatang. Hal tersebut akan menguatkan indeks dollar yang akan berdampak pada pelemahan mata uang lain, termasuk rupiah. “Ini hal yang wajar,” ujar Ibrahim kepada Kontan.co.id, hari ini (17/12). Selain itu, dari internal, Ibrahim berpendapat pelemahan rupiah dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan. “Walaupun defisit (neraca perdagangan), tapi masih dalam tahap wajar. Tapi, tetap tidak mendukung terhadap penguatan rupiah,” tutur Ibrahim. Ibrahim memprediksi rupiah hari ini akan melemah di posisi Rp 14.662. “Kalau seandainya hari ini tembus (Rp 14.662), kemungkinan besar rupiah besok akan berada di Rp 14.728,” ujar Ibrahim. Senada dengan pendapat Ibrahim, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, pasar mengantisipasi kemungkinan kenaikan suku bunga oleh The Fed pada saat rapat FOMC. “Dari data di AS yang baru keluar, seperti penjualan ritel, produksi industri, indeks manufaktur, kecenderungan naik semua. Jadi, ini sesuai dengan prediksi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lagi besok, tanggal 19 Desember,” ujar David kepada KONTAN.CO.ID, Senin (17/12). Selain itu, menurut David, tensi pascaperang dagang AS-Cina juga ikut memengaruhi pelemahan rupiah.
Sedangkan soal faktor pelemahan rupiah dari dalam negeri, David menyoroti defisit neraca perdagangan November 2018 yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik) hari ini. “Defisit yang cukup besar,” ujar David. Menurut David, defisit neraca perdagangan November ini karena porsi impor yang masih besar. “Impor migas cukup tinggi,” ujar David. Sebagai informasi, berdasarkan rilis BPS, neraca perdagangan November 2018 mengalami defisit sebesar US$ 2,05 miliar meningkat 12,64% dari defisit neraca perdagangan Oktober yang mencapai US$ 1,82 miliar. Defisit neraca dagang November 2018 berasal dari defisit migas yang mencapai US$ 1,5 miliar dan defisit non-migas US$ 0,58 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia