KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah terkoreksi terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Jumat (9/11) . Mengutip Bloomberg pukul 09.47 WIB, rupiah melemah 0,47% ke level Rp 14.608 per dollar AS. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang justru masih menguat 0,77% ke Rp 14.651 per dollar AS. Penguatan mata uang Garuda dalam data Jisdor sudah terjadi lebih dari sepekan. Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, walaupun sejak beberapa waktu lalu dihujani berbagai data perekonomian yang positif, pergerakan rupiah dinilai akan terhambat oleh neraca transaksi berjalan yang diproyeksi masih akan mencatatkan defisit sepanjang periode kuartal-III 2018. “Penyebabnya karena ada kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan efek perang dagang antara AS dengan Tiongkok,” ujar Ibrahim. Ia juga menilai bahwa ada potensi surplus pada kuartal IV apabila harga minyak dunia akan terkoreksi. Selain itu, hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menyatakan bahwa The Fed tetap akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 2%-2,25%. Tetapi pada akhir tahun 2018 tetap diprediksi akan ada kenaikan suku bunga acuan satu kali lagi. The Fed mengungkapkan, faktor kinerja yang menurun pada pertumbuhan investasi bisnis dari laju tercepat menjadi satu-satunya catatan peringatan di tengah pertumbuhan ketenagakerjaan dan belanja rumah tangga yang kuat.
Rupiah terkoreksi akibat kekhawatiran defisit transaksi berjalan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah terkoreksi terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Jumat (9/11) . Mengutip Bloomberg pukul 09.47 WIB, rupiah melemah 0,47% ke level Rp 14.608 per dollar AS. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang justru masih menguat 0,77% ke Rp 14.651 per dollar AS. Penguatan mata uang Garuda dalam data Jisdor sudah terjadi lebih dari sepekan. Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, walaupun sejak beberapa waktu lalu dihujani berbagai data perekonomian yang positif, pergerakan rupiah dinilai akan terhambat oleh neraca transaksi berjalan yang diproyeksi masih akan mencatatkan defisit sepanjang periode kuartal-III 2018. “Penyebabnya karena ada kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan efek perang dagang antara AS dengan Tiongkok,” ujar Ibrahim. Ia juga menilai bahwa ada potensi surplus pada kuartal IV apabila harga minyak dunia akan terkoreksi. Selain itu, hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) menyatakan bahwa The Fed tetap akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 2%-2,25%. Tetapi pada akhir tahun 2018 tetap diprediksi akan ada kenaikan suku bunga acuan satu kali lagi. The Fed mengungkapkan, faktor kinerja yang menurun pada pertumbuhan investasi bisnis dari laju tercepat menjadi satu-satunya catatan peringatan di tengah pertumbuhan ketenagakerjaan dan belanja rumah tangga yang kuat.