JAKARTA. Rupiah gagal melanjutkan penguatan meski beberapa indikator ekonomi domestik terbilang positif. Kian panasnya negosiasi antara Yunani dengan para kreditur Zona Euro menjadi sentimen utama yang menekan otot rupiah. Pada Selasa (17/2), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terkoreksi 0,07% menjadi Rp 12.762. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah terkoreksi 0,12% menjadi Rp 12.757 per dollar AS. Hans Kwee, Vice-President Investment PT Quant Kapital Investama mengatakan, koreksi rupiah lebih disebabkan oleh kebuntuan negosiasi antara Yunani dengan kreditur Zona Euro.
Pada perundingan Senin (16/2) kemarin, Yunani tetap menolak proposal yang diajukan para kreditur. Pasalnya, proposal tersebut mengharuskan Yunani untuk melanjutkan program dana talangan (bailout) dari Zona Euro. Kebuntuan negosiasi tersebut kembali melambungkan ketidakpastian di Zona Euro. "Mata uang euro dan negara berkembang seperti Indonesia tertekan karena investor memilih mengalihkannya ke safe have currency seperti dollar AS dan yen Jepang," kata Hans, Selasa (17/2). Reny Eka Putri, Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk menambahkan, memanasnya situasi di Eropa membuat sentimen positif dari membaiknya data ekonomi domestik tidak mampu mendorong penguatan rupiah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, per Januari 2015, neraca dagang Indonesia surplus US$ 710 juta lantaran turunnya impor minyak. Rilis neraca dagang ini melengkapi data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang baru dirilis pada akhir pekan lalu. Di kuartal IV tahun lalu, NPI tercatat surplus US$ 2,4 miliar. NPI yang mengalami surplus membawa dampak positif pada posisi cadangan devisa kita. Jika di akhir kuartal III2014 cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 111,2 miliar, maka di pengujung triwulan IV naik tipis menjadi US$ 111,9 miliar.