KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah tersungkur ke level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Nilai tukar rupiah terhantam data ekonomi AS yang kuat dikala minimnya data domestik seiring libur lebaran. Mengutip Tradingeconomics, Jumat (12/4) pukul 15.00 WIB, rupiah spot berada di posisi Rp 16.103 terhadap dolar AS. Rupiah terpantau melemah sekitar 1.68% secara mingguan dan 0,62% secara harian. Jika mengacu data penutupan Bloomberg pekan lalu (5/4), rupiah spot ditutup pada posisi Rp 15.848 per dolar AS. Sementara rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup pada posisi Rp 15.873 per dolar AS.
Baca Juga: Bank-Bank Sentral Dunia Berisiko Mengalami Twin Deficit, Bagaimana di Indonesia? Pengamat Mata Uang Lukman Leong melihat, peristiwa pelemahan rupiah saat ini bukanlah suatu hal yang mengagetkan. Hal itu mengingat dolar Amerika sangat kuat seiring data Inflasi yang naik secara mengejutkan. Inflasi AS di luar dugaan menanjak ke 3,5% year on year (yoy) pada Maret 2024, dari 3,2% pada Februari 2024. Inflasi inti - di luar makanan dan energi - stagnan di angka 3,8%. Selain itu, data tenaga kerja AS juga menunjukkan adanya penambahan tenaga kerja hingga 303.000 untuk non-farm payrolls (NFP) yang berada jauh di atas ekspektasi pasar yakni 200.000. Lonjakan inflasi Amerika Serikaty dan masih panasnya data tenaga kerja AS ini menimbulkan kekhawatiran jika bank sentral AS yaitu The Federal Reserve alias The Fed akan menahan suku bunga lebih lama. Adapun perangkat CME FedWatch Tool menunjukkan pelaku pasar kini bertaruh 23,6% jika The Fed akan memangkas suku bunga pada Juni 2024. Angka ini turun drastis dibandingkan dua pekan lalu yang mencapai kisaran 70%. Lukman menuturkan, peluang the Fed untuk memangkas suku bunga sudah mundur hingga September yang dari semula Juni. Ini artinya pada pertemuan Juli pun the Fed diperkirakan masih akan tetap menahan suku bunga. “Pelemahan rupiah sangat tidak mengagetkan, mengingat dolar AS sangat kuat sepekan ini. Apalagi setelah data inflasi AS yang secara mengejutkan naik dan di atas perkiraan,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (12/4). Lukman mengatakan, hampir tidak ada sentimen yang positif yang dapat mendukung rupiah saat ini. Data dari China minggu ini yaitu inflasi yang lebih rendah dari perkiraan serta data perdagangan yang di mana surplus, ekspor dan impor semuanya juga lebih rendah dari perkiraan semakin menekan rupiah.
Baca Juga: BI dan Bank Sentral Se-Asean Dorong Penggunakan Mata Uang Lokal Lintas Kawasan Oleh karena itu, menurut Lukman, satu-satunya sentimen yang dapat mendukung rupiah hanyalah intervensi Bank Indonesia (BI) dan kembali menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan April ini.
“Rupiah diperkirakan masih akan tertekan, kecuali apabila BI kembali mengintervensi. Apabila tidak ada intervensi, rupiah masih akan terus melemah di atas Rp 16.000 per dolar AS,” ujarnya. Lukman mengamati, tidak banyak data ekonomi penting yang akan dirilis pekan depan. Satu-satunya data penting adalah Produk Domestik Bruto (PDB) China. Dari domestik, pergerakan rupiah akan dipengaruhi data penjualan ritel Indonesia, indeks kepercayaan konsumen dan data neraca perdagangan. Dia memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp 16.000 per dolar AS – Rp 16.200 per dolar AS pada Selasa (16/4). Rupiah diproyeksi akan dibuka dalam rentang Rp 16.000 usai libur panjang lebaran. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .