Rupiah tertekan, BI bisa memangkas suku bunga lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meningkatnya status wabah corona global dari epidemi menjadi pandemi membuat pergerakan nilai tukar rupiah kian terperosot. Bisa jadi pelemahan ini akan berlanjut sepanjang semester pertama 2020.

Pada perdagangan Kamis (12/3), Bloomberg mencatatkan pelemahan nilai tukar rupiah hingga 1,03% ke level Rp 14.522 per dolar Amerika Serikat (AS). Sedangkan pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau dikenal JISDOR, rupiah tercatat melemah 1,15% ke level Rp 14.490 per dolar AS.

Presiden Commissioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah yang lemah di hadapan dolar AS disebabkan oleh maraknya modal asing yang keluar dari Indonesia. Hal ini dipicu meningkatnya status wabah virus corona yang masih belum diketahui kapan akan berakhir.


Baca Juga: WHO kerek status corona jadi pandemi, rupiah bisa tembus ke Rp 15.000 per dolar AS?

"Sepertinya banyak investasi modal asing ditarik kembali ke negara mereka masing-masing untuk memperkuat ketahanan lokal mereka, contohnya Jepang dan AS," ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Kamis (12/3).

Dia mengatakan, walaupun masih ada sejumlah dana yang tersimpan di perbankan Tanah Air, kondisi likuiditas bursa saham ataupun aset surat utang negara (SUN) mulai menipis. Untuk itu, Sutopo menilai ke depan, masih ada kemungkinan bagi bank sentral untuk memotong suku bunga lanjutan.

Dengan begitu, stimulus BI diharapkan mampu untuk mem-backup ketahanan lokal seperti yang dilakukan oleh banyak negara ekonomi besar. Sutopo menjelaskan, pemangkasan suku bunga acuan saat ini seolah sudah menjadi tren untuk mendorong penguatan fundamental ekonomi suatu negara dari risiko atau dampak virus corona.

Baca Juga: Rupiah tembus Rp 14.500 per dolar AS, ini level resistance selanjutnya

Sutopo menambahkan, pemangkasan suku bunga acuan juga berfungsi untuk mendongkrak pinjaman dan pembiayaan. Dengan begitu, secara keseluruhan pemangkasan suku bunga juga mampu merangsang pertumbuhan yang melambat dan diperparah dari faktor eksternal.

Di sisi lain, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh respons pasar keuangan terhadap pemotongan suku bunga mendadak dari Bank Sentral AS (The Fed) sebesar 50 basis poin (bps) pekan sebelumnya. Pemangkasan tersebut juga diikuti oleh hampir semua bank sentral di dunia.

"BI seharusnya juga melakukan hal yang sama, (pangkas) 25 bps secara bertahap. Rupiah bisa menguat terbatas sekitar 200 basis poin, selanjutnya kembali lagi pada situasi global," ungkapnya.

Baca Juga: Anjlok 5,01%, IHSG masih berpeluang tertekan pada perdagangan Jumat (13/3)

Sebagaimana diketahui, kepanikan akan dampak virus terhadap resesi global dikhawatirkan akan memutuskan rantai distribusi barang dan jasa. Alhasil, tak hanya di Indonesia seluruh pasar global tengah gamang, dan pasar valas terpukul dengan volatilitas tinggi termasuk mata uang Garuda.

"Level Rp 14.800 adalah sebuah kemungkinan pelemahan lanjutan, jika tidak ada kebijakan dari pemerintah yang konkret untuk bergabung dengan keputusan bank sentral dunia dalam hal pelonggaran kebijakan moneter," tegasnya.

Bagi investor Tanah Air, Sutopo menyarankan untuk memperbanyak porsi cash saat kondisi ekonomi seperti saat ini. Selain itu, investor juga bisa berinvestasi di instrumen yang lebih rendah risiko dan likuid seperti deposito.

Baca Juga: IHSG anjlok 5,01% ke level terendah sejak Juni 2016

"Jika ingin sedikit berspekulasi, boleh sambil menunggu kesempatan untuk membeli saham-saham blue chip yang sudah terdiskon lebih dari 30% saat ini," pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati