Rupiah Tertekan ke Level Terlemah Sejak April 2020, Simak Proyeksi Hingga Akhir Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah menyentuh level rekor terlemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa (11/6). Berdasarkan data Bloomberg, kurs rupiah spot melemah 0,05% ke Rp 16.291 per dolar AS di akhir perdagangan Selasa (11/6) dari posisi hari sebelumnya Rp 16.283 per dolar AS. Rupiah menyentuh posisi paling lemah sejak April 2020. 

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai, sentimen utama yang membuat rupiah anjlok yaitu, karena dolar AS memang cenderung menguat terhadap mata uang dunia. Pasalnya, dolar merupakan instrumen safe haven di tengah ketidakpastian global.

"Kemudian, sentimen lainnya datang dari aliran modal yang sedang tidak baik bagi Indonesia. Hal ini terlihat di neraca pembayaran Indonesia yang saat ini defisit,” kata Ibrahim, kepada Kontan.co.id, Selasa (11/6).


Selain itu, Ibrahim mengatakan bahwa sejumlah pejabat The Fed telah memperingatkan bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dalam menghadapi inflasi yang tinggi, dan kekuatan pasar tenaga kerja. Data nonfarm payrolls (NFP) yang kuat pada Jumat (7/6), memperkuat gagasan ini.  

Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Melemah 0,05% ke Rp 16.291 Per Dolar AS Pada Selasa (11/6)

“Sebelum keputusan The Fed pada Rabu (12/6), data inflasi indeks harga konsumen utama juga tersedia pada minggu ini, dan diperkirakan menunjukkan inflasi tetap jauh di atas target tahunan sebesar 2% pada bulan Mei,” kata Ibrahim. 

Sedangkan sentimen dari dalam negeri, Ibrahim bilang, datang dari investor yang belum melihat kabar baik untuk Indonesia. Sehingga risiko nilai tukar meningkat, yang membuat rupiah semakin ditinggalkan dan tertekan lebih dalam.

Di sisi lain, dia menyebutkan bahwa utang jatuh tempo pemerintah Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai Rp 800,33 triliun, hal ini juga termasuk salah satu sentimen yang membuat rupiah tertekan. 

Namun, menurut dia, meskipun utang pemerintah jatuh tempo yang cukup besar kerap menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran, namun utang tersebut tetap dalam koridor aman dengan beberapa catatan. 

“Misalnya, asalkan negara tetap kredibel, persepsi terhadap APBN baik, serta kebijakan fiskal ekonomi hingga politik tetap stabil,” imbuhnya. 

Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,03% ke Rp 16.2951 Per Dolar AS Pada Selasa (11/6)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp 800,33 triliun. Jumlah ini terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) jatuh tempo senilai Rp 705,5 triliun dan pinjaman jatuh tempo sebesar Rp 94,83 triliun.

Ibrahim menegaskan, pelemahan rupiah masih sangat tergantung perkembangan eksternal terutama arah kebijakan moneter Fed dan kondisi geopolitik di Timur Tengah.

Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong juga mengatakan, sentimen yang membuat rupiah tertekan terhadap dolar AS masih datang dari eksternal. Salah satunya, data tenaga kerja AS atau nonfarm payrolls yang tercatat lebih kuat.

Selain itu, Lukman menuturkan bahwa investor tengah mengantisipasi pidato hawkish dari Powell pada Rabu (12/6). Begitu pula antisipasi data inflasi AS yang juga akan dirilis pada Rabu (12/6). 

“Untuk sekarang hingga akhir tahun, rupiah masih akan tertekan. Tanpa intervensi rupiah bisa melewati Rp 17.000. Tergantung intensitas intervensi,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (11/6). 

Lukman pun memperkirakan, rupiah akan berkisar Rp 16.700 per dolar AS-Rp 16.800 per dolar AS di akhir tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati