Rupiah terus menguat, ini kata analis



JAKARTA. Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk, Rully Nova mengatakan, data-data ekonomi Amerika Serikat yang belum lama dirilis mencatatkan perlambatan masih menjadi pemicu bagi dollar AS mengalami tekanan terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.

"Lemahnya data ekonomi Amerika Serikat meredam kenaikan suku bunga acuan The Fed dalam waktu dekat. Kondisi itu membuat aset berdenominasi dalam bentuk dollar AS menjadi kurang menarik sehingga investor cenderung melirik aset berisiko yang masih menawarkan imbal hasil tinggi," ujarnya dikutip dari Antara.

Ia mengemukakan bahwa indeks non-manufaktur Amerika Serikat pada Agustus tercatat sebesar 51,4 %, lebih rendah dari bulan sebelumnya dan juga di bawah konsensus pasar yang sebesar 55,0 %. Data lainnya, yakni total penggajian pekerjaan non-pertanian AS juga di bawah konsensus pasar, hanya mencapai 151.000 pada Agustus.


Dari dalam negeri, lanjut dia, sentimennya juga masih cukup menopang mata uang rupiah. Program pemerintah mengenai amnesti pajak masih menjadi harapan bagi investor pasar uang.

"Program itu diharapkan berjalan sesuai target yang akhirnya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional ke depan," katanya.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa salah satu pejabat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) akan memberikan kesaksian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat ke depan. "Dollar AS dapat kembali tertekan jika FOMC memberikan sinyal 'dovish'," katanya.

Otot rupiah terus mengencang memasuki hari kelima pada perdagangan Rabu (7/9). Mengacu data Bloomberg, di pasar spot rupiah ke 13.085 per dollar AS atau menguat 0,32% dari sebelumnya Rp 13.127 per dollar AS pukul 15:59 WIB.

Serupa, pada kurs Jakarta Interbank Spot Dollar (JISDOR) rupiah ke 13.086 per dollar AS atau menguat 0,58% dari sebelumnya Rp 13.162 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto