Rupiah Terus Menguat Pasca Suku Bunga Acuan Dipangkas, Simak Proyeksinya ke Depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era suku bunga tinggi berakhir dengan pemangkasan Fed Funds Rate (FFR) dan BI Rate. Meski begitu, nilai tukar rupiah diperkirakan tetap berada di level Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menyebutkan bahwa pemangkasan suku bunga maka rupiah berpotensi menguat untuk jangka pendek. Tercermin dari rupiah spot yang menguat 0,63% ke Rp 15.239 per dolar AS pada Kamis (19/9).

Fikri juga mencermati ruang penguatan lebih lanjut untuk rupiah sebulan ke depan. 


Baca Juga: Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS Berkat Pemangkasan Suku Bunga The Fed dan BI

"Sampai akhir Oktober masih melihat antara Rp 15.100 - Rp 15.300," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (19/9).

Untuk jangka pendek itu, selain pemangkasan suku bunga juga terdapat sejumlah sentimen yang akan mempengaruhi gerak rupiah. Pertama, susunan kabinet baru, khususnya terkait pemilihan menteri keuangan.

Kedua, perkembangan dari fundamental ekonomi Indonesia. Menurut Fikri, ada beberapa hal utama yang akan diperhatikan. Misalnya surplus neraca perdagangan dan cadangan devisa.

"Karena walau rupiah terapresiasi, tapi di sisi lain ada risiko surplus neraca perdagangan semakin kecil karena adanya pengurangan competitive advantage pada saat rupiah terapresiasi," sebutnya.

Apalagi, kata Fikri, berdasarkan rilis surplus neraca perdagangan terakhir, ekspor Indonesia mengarah pada sumber daya alam, bukan ke manufaktur.  "Jadi mungkin ini akan menjadi catatan dan tentunya akan menjadi hal yang mendorong bagaimana perkembangan capital account-nya di Indonesia," lanjutnya.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melanjutkan, hingga akhir tahun rupiah diperkirakan di kisaran Rp 15.000-an per dolar AS. Menurutnya, rupiah masih sulit untuk tembus di bawah level tersebut.

Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 15.239 Per Dolar AS, Terbaik Sejak Agustus 2024

"Walau the Fed menurunkan suku bunga acuan 50 bps, tetapi US Treasury naik dan indeks dolar walau sempat melemah, tetapi di awal pembukaan hari ini cukup menguat," terangnya.

Lanjutnya, the Fed juga mengindikasikan ke depan pemangkasan suku bunga akan lebih kecil dari 50bps. Hal itu seiring dari penilaian Fed mengenai ekonomi AS yang tidak seburuk yang diperkirakan.

Adapun pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan datar di 2% pada tahun ini dan tahun depan, sehingga belum ada pemburukan aktivitas ekonomi yang signifikan. Lalu tingkat pengangguran yang masih berada di kisaran 4%.

Selain itu, investor asing juga masih memperhatikan postur APBN karena kemungkinan akan ada APBN perubahan. Selain itu, the Fed mengindikasikan pemangkasan suku bunga tidak akan terburu-buru ke depan, kendati ruang pemangkasan selanjutnya masih terbuka.

Josua berpandangan, ruang pemangkasan suku bunga the Fed mencapai 100 bps pada tahun ini dan 100 bps di tahun depan. Lalu BI Rate juga akan menjaga ruang penurunannya dari sisi interest differential rate-nya.

Kemudian, kata Josua, masih terdapat faktor fundamental yang mana ekspor Indonesia masih mengandalkan komoditas dasar seperti batubara dan CPO. Di sisi lain, lesunya ekonomi China turut mempengaruhi ekspor komoditas Indonesia.

Baca Juga: Penurunan Suku Bunga The Fed dan BI Diharapkan Berdampak Baik Bagi Perekonomian

Lalu, dari foreign flow Indonesia memiliki saingan, yakni India seiring meningkatnya bobot MSCI India. Sehingga inflow di pasar saham dan obligasi India saat ini cukup besar.

Dari berbagai hal itu, Josua memperkirakan rupiah akan berkisar Rp 15.100 - Rp 15.300 per dolar AS pada akhir tahun.

Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto mengatakan pasca pemangkasan suku bunga the Fed sebesar 50 bps dan BI Rate 25 bps pelaku pasar menyikapi positif.  Hal itu terlihat dari pergerakan rupiah yang mengalami penguatan sampai berada di bawah Rp 15.300 per dolar AS.

Edi menilai ruang penguatan rupiah masih terbuka ke depan.  "Namun tetap kami mencermati beberapa faktor risiko yang dapat menahan penguatan rupiah, di antaranya perkembangan di Eropa dan Tiongkok," ujarnya.

Edi juga menegaskan untuk penguatan rupiah ini, BI menyerahkan pergerakannya berdasarkan mekanisme pasar. Menurutnya, dengan begitu pergerakannya akan lebih sehat dan harga yang terbentuk akan kredibel.

Namun, ia tetap menegaskan bahwa BI akan terjun ke pasar apabila jika terjadi ketidakseimbangan suplai dan permintaan. 

"BI tetap akan masuk pasar apabila terjadi ketimpangan supply demand valas di pasar," tutupnya.

Selanjutnya: ​Data Terbaru Klasemen Kualifikasi Piala Dunia (FIFA World Cup 26) Zona Asia

Menarik Dibaca: Hari Receh 20 September 2024 dari Promo McD Ada Gratis 1 Kentang Goreng

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi