Rupiah terus tertekan di 2013



Pascalibur Natal, rupiah kian tak berdaya. Kurs tengah dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah di Bank Indonesia (BI), kemarin (26/12) akhirnya menembus level 9.700 dan ditutup di 9.707.

Pelemahan rupiah masih disebabkan permintaan dollar AS yang masih tinggi. Permintaan dollar AS yang belum terakomodir pada akhir pekan lalu mengakibatkan lonjakan permintaan pada perdagangan kemarin.

Sepanjang hari kemarin, baik importir maupun eksportir terlihat sangat aktif melakukan pembelian dollar AS. Namun, porsi permintaan didominasi oleh importir. Pelemahan rupiah pada tahun ini juga diperparah oleh minimnya likuiditas dollar AS di saat permintaan memuncak.


Melihat pergerakan rupiah sepanjang tahun ini, bukan tidak mungkin rupiah akan kembali menyentuh level psikologis ke 10.000 per dollar AS. Kemungkinan level rawan tersebut bisa ditembus pada semester I-2013.

Apalagi, sejumlah sentimen akan mengantar kelanjutan pelemahan rupiah. Di antaranya masalah defisit neraca perdagangan. Ini tidak lepas dari tingginya impor, sementara ekspor tidak naik signifikan. Saat ini, barang-barang kebutuhan pokok yang beredar di pasar telah didominasi oleh impor. Upaya untuk memperbaiki kinerja ekspor adalah dengan melemahkan rupiah.

Selain defisit neraca perdagangan yang masih berlangsung, faktor lainnya  adalah inflasi yang diprediksi akan meningkat di tahun depan, jika salah satu indikator yakni bahan bakar minyak (BBM) naik di 2013. Sehingga, BI bakal menaikkan BI rate agar bisa meningkatkan yield surat utang. Tujuannya agar surat utang Indonesia tetap menarik bagi investor, yang ujung-ujungnya akan mendatangkan capital inflow.

Pada dasarnya, pergerakan rupiah sangat erat kaitannya dengan kebijakan moneter BI. Saya lihat dalam beberapa hari ini pasangan USD/IDR tidak akan jauh bergerak dari posisi saat ini. Pada semester I-2013, pairing USD/IDR berpeluang bergerak di kisaran 9.800-10.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini