JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat semakin tajam. Bahkan di penutupan akhir pekan Jumat (27/2) rupiah terlempar ke level terendah dalam lima tahun terakhir. Di pasar spot, Jumat (27/2) rupiah melemah terhadap dollar AS sebesar 0,8% ke level Rp 12.932 dibanding penutupan hari sebelumnya. Begitu pun dalam sepekan terakhir, rupiah merosot 0,83%. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan rupiah bergerak konsolidasi cenderung melemah tipis 0,007% di level Rp 12.863. Selama sepekan terakhir pun rupiah menukik 0,11%. Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk Reny Eka Putri memaparkan bahwa pelemahan ini lebih karena sentimen negatif dari faktor eksternal. Tekanan datang dari rilis data ekonomi Amerika Serikat yakni inflasi inti bulan Januari 2015 yang membaik.
Data inflasi inti yang artinya tidak termasuk data makanan dan energi AS menunjukkan peningkatan menjadi 0,2% atau di atas prediksi pasar 0,1% dan bulan Desember 2014 yakni 0,0%. “Data inflasi bagus ini menjadi faktor tambahan bagi The Fed untuk segera menaikkan suku bunganya,” kata Reny. Lewat dukungan data ekonomi ini, pasar kembali berspekulasi bahwa kenaikan suku bunga The Fed semakin pasti dan hanya tinggal menunggu waktu. Sehingga kembali melambungkan index dollar AS menyentuh level 95,15. Otomatis ini menekan rupiah yang minim sentimen. Memang sampai sekarang belum ada perubahan jadwal kenaikan suku bunga yang diprediksi terjadi pada bulan Juni atau Juli 2015 mendatang. “Sinyal terjadinya kenaikan suku bunga pada Juni dipertegas oleh pernyataan Presiden The Fed Distrik Saint Louis, James Bullard,” kata Ariston Tjendra,
Head of Research and Analyst PT Monex Investindo Futures. Pelemahan rupiah tidak hanya terjadi pada hari Jumat (27/2) tapi sudah terjadi dalam sepekan terakhir. Yang mana tekanan terbesar datang dari penantian pasar akan konflik Yunani dan Eropa. “Ini mengikis kekuatan EUR dan membuat USD berada di atas angin, sehingga tekanan terhadap rupiah tidak terelakkan,” papar Reny. Hingga diputuskan kesepakatan resmi bahwa perpanjangan bailout Yunani diberikan oleh Eropa, keadaan pasar masih akan berpihak pada Amerika Serikat. Hal ini akan terus membayangi Eropa, yang artinya memberikan beban bagi rupiah karena USD akan semakin perkasa. Ditambah lagi menurut Ariston kejutan yang diberikan Bank Indonesia pekan lalu lewat penurunan suku bunga Indonesia, membuat rupiah tidak memiliki daya tahan. Meski sudah seminggu berlalu, tapi hal ini jauh dari prediksi pasar, sehingga efeknya cukup panjang. Gempuran eksternal masuk dengan mulus sehingga sepanjang pekan ini rupiah melemah berkelanjutan. “Tren negatif masih membayangi di pekan depan, bukan tidak mungkin level Rp 13.000 akan menjadi range standar,” jelas Ariston. Dugaan ini jika melihat pada grafik pergerakan harga mingguan yang memang belum menunjukkan adanya potensi untuk rebound. Indonesia hanya bergantung pada rilis data ekonomi awal Maret mendatang. “Jika rilis data ekonomi bagus, tentunya akan memberikan sedikit dorongan untuk rupiah menguat,” kata Ariston. Namun begitu pun tidak bisa disanggah bahwa faktor eksternal terutama dari USD bisa membuat penguatan menjadi terbatas. “Tidak bisa juga melupakan kesepakatan Yunani dan Eropa,” kata Reny. Jika Yunani bisa memenuhi syarat Eropa dan kesepakatan resmi terjadi, rupiah berpeluang menguat. Namun jika sebaliknya, bukan tidak mungkin rupiah kembali terperosok.
Untuk itu pasar menanti rilis data ekonomi Indonesia, “Ada eskpektasi akan terjadi deflasi, walaupun efek ini rasanya tidak cukup besar untuk mendorong rupiah menguat,” jelas Reny.
Capital in flow yang masuk ke pasar saham dan obligasi juga tidak besar. Sehingga Reny menganalisis untuk menahan kejatuhan dalam rupiah di pekan depan dibutuhkan intervensi dari Bank Indonesia. “Pasar tidak memprediksi data ekonomi dalam negeri kali ini cukup besar pengaruhnya terhadap rupiah. Sulit menghindari pelemahan,” katanya. Dugaan Reny rupiah bisa bergerak di kisaran Rp 12.870-Rp 13.100 di pekan depan. Sedangkan Ariston menduga rupiah bergulir di sekitar
support Rp 12.820 dan
resistance Rp 13.000. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa