RUPTL 2020-2029 sedang disusun, IESR: Perlu dorong pembangkit EBT, kurangi PLTU



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) tengah menyusun usulan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2020-2029. Perusahaan setrum plat merah itu menargetkan bisa segera mengajukan usulan RUPTL 2020-2029 dan membahasnya bersama Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) Kementerian ESDM pada bulan depan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, revisi RUPTL memang diperlukan, terutama untuk menghitung kembali dampak pandemi covid-19 terhadap pertumbuhan permintaan (demand) listrik. Pasalnya, demand listrik sangat terkait dengan pasokan listrik dan jadwal pengoperasian dari proyek kelistrikan.

Dengan demikian, revisi RUPTL ini juga harus menghitung kembali kemampuan investasi PLN pada tahun-tahun mendatang. "Dengan adanya perubahan tingkat pertumbuhan ekonomi di 2020, dan perubahan asumsi 2021 serta 2022 maka RUPTL perlu menyesuaikan proyeksi tingkat pertumbuhan permintaan listrik dan pasokan," kata Fabby kepada Kontan.co.id, Rabu (29/7).


Baca Juga: Kencana Energi Lestari (KEEN) terus menggenjot proyek-proyek pembangkit listrik EBT

Dalam RUPTL periode 2020-2029 ini, Fabby menaksir bakal ada penjadwalan ulang sejumlah proyek kelistrikan sesuai dengan proyeksi demand dan supply. "PLN kan harus menjaga keseimbangan (Supply-Demand)," sambungnya.

Fabby berharap, RUPTL 2020-2029 bisa mengakomodasi penambahan pembangkit Energi Terbarukan (ET), khususnya yang berskala besar. Di saat yang bersamaan, mulai mengurangi pembangunan Pembangkutan Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Jawa dan Sumatera pada 2024-2029.

Dia bilang, pembangkit ET berskala besar tergantung pada rencana pengadaan pembangkit di PLN. Fabby berharap, PLN bisa semakin agresif untuk melakukan lelang dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) skala besar.

Dengan begitu, keekonomian pembangkit ET bisa lebih kompetitif dan harga listriknya menjadi semakin murah. Fabby memberikan gambaran, proyek PLTS terapung atau floating PV di Cirata bisa mendapatkan harga US$ 0,058 per kWh. "Ini lebih murah dari harga listrik dari PLTU batubara atau PLTGU," ungkapnya.

Selain itu, Fabby juga berharap dalam RUPTL 2020-2029 itu PLN bisa memasukkan rencana substitusi pembangkit batubara dan gas yang sudah berusia lebih dari 20 tahun dengan pembangkit ET. 

Baca Juga: PLN targetkan pembahasan RUPTL 2020-2029 bisa dimulai bulan depan

Terkait dengan demand listrik, Fabby memperkirakan bahwa jika pertumbuhan ekonomi diproyeksikan tumbuh 4,5% pada tahun depan, maka kemungkinan demand listrik tumbuh hanya sekitar 4%-4,5%. Demikian juga di tahun-tahun berikutnya, kecepatan pemulihan ekonomi akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan listrik.

Sehingga, paling tidak PLN mesti menghitung ulang kebutuhan permintaan dan pasokan listrik pada 2020-2023. "Juga membuat skenario-skenario investasi serta daftar proyek yang masuk dalam rencana," pungkasnya. 

Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Vice President Public Relations PLN Arsyadany Ghana Akmalaputri mengatakan, penyusunan RUPTL tersebut ditargetkan bisa segera selesai dan diajukan ke Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) Kementerian ESDM.

Dengan begitu, pembahasan RUPTL 2020-2029 dijadwalkan sudah bisa dimulai pada bulan Agustus mendatang, dan bisa rampung dalam waktu satu bulan. "Bulan depan sudah mulai pembahasan dengan DJK ESDM, mudah-mudahan dalam 1 bulan selesai," kata Arsyadany kepada Kontan.co.id, Rabu (29/7).

Menurutnya, perubahan RUPTL periode 2019-2028 perlu dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Terutama, karena dampak pandemi covid-19 yang membuat proyeksi dan pertumbuhan demand menurun. "Poin utamanya penurunan demand akibat pandemi," kata Arsyadany.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .