KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keterlibatan Korea Utara dalam konflik Rusia-Ukraina mengalami peningkatan signifikan setelah Pentagon mengonfirmasi bahwa sekitar 10.000 tentara Korea Utara dikirim ke Rusia untuk mengikuti pelatihan dan kemungkinan akan terlibat langsung di medan perang Ukraina. Pengiriman pasukan ini dinilai sebagai langkah eskalasi yang dapat memperpanjang perang yang hampir mencapai tiga tahun, serta mengganggu stabilitas geopolitik di wilayah Indo-Pasifik.
Tentara Korea Utara Menuju Ukraina
Menurut juru bicara Pentagon, Sabrina Singh, sebagian pasukan Korea Utara sudah berada dekat dengan perbatasan Ukraina, terutama di wilayah Kursk.
Di sana, pasukan Rusia mengalami kesulitan menahan serangan balik dari Ukraina.
Baca Juga: 10 Kapal Induk Terbesar di Dunia: Armada Amerika Serikat Memimpin Laporan ini juga dikonfirmasi oleh Sekjen NATO, Mark Rutte, yang menyebutkan bahwa unit-unit militer Korea Utara telah tiba di wilayah Kursk, berdasarkan intelijen Ukraina terbaru. Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, menyatakan bahwa kerja sama militer antara Rusia dan Korea Utara ini merupakan ancaman serius bagi keamanan internasional. “Kerja sama militer ilegal ini merupakan ancaman signifikan bagi komunitas internasional dan dapat membahayakan keamanan nasional kami,” kata Yoon.
Peningkatan Kerjasama Rusia-Korea Utara
Kehadiran ribuan tentara Korea Utara di medan konflik Eropa ini akan menambah tekanan bagi angkatan bersenjata Ukraina yang sudah terdesak. Selain itu, tindakan ini juga diperkirakan akan memperburuk ketegangan geopolitik di Semenanjung Korea dan kawasan Indo-Pasifik secara lebih luas, termasuk Jepang dan Australia. Di Pyongyang, media pemerintah Korea Utara mengumumkan bahwa delegasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Choe Son Hui telah berangkat ke Rusia untuk kunjungan resmi dalam rangka “dialog strategis,” menurut Kedutaan Besar Rusia di Pyongyang.
Dukungan Lanjutan dari Negara-negara Anti-Barat
Dalam upaya membentuk kekuatan tandingan terhadap pengaruh Barat, Presiden Rusia Vladimir Putin terus memperkuat aliansi dengan negara-negara seperti Iran, yang telah memasok drone, dan Korea Utara, yang memasok amunisi dalam jumlah besar.
Baca Juga: Sekjen NATO Konfirmasi Kehadiran Pasukan Korea Utara di Rusia Putin juga menggelar pertemuan BRICS, yang melibatkan China dan India, guna membangun koalisi anti-Barat. Sekjen NATO, Mark Rutte, menyebut pengiriman tentara Korea Utara ini sebagai “eskalasi signifikan” yang menunjukkan keterlibatan langsung Pyongyang dalam konflik, yang dinilai sebagai perluasan berbahaya dari perang yang melibatkan Rusia. Presiden AS Joe Biden pun menggemakan kekhawatiran serupa, menyebut tindakan ini sebagai ancaman serius.
Respon Amerika Serikat dan NATO
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dijadwalkan bertemu dengan rekan-rekan mereka dari Korea Selatan di Washington. Topik utama pertemuan ini adalah pengiriman tentara Korea Utara ke Ukraina, serta dampaknya terhadap keamanan global. “Jika kami melihat pasukan Korea Utara bergerak menuju garis depan, mereka dianggap sebagai kombatan dalam perang ini,” kata Singh. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menanggapi dengan ringan pernyataan dari Sekjen NATO dan mencatat bahwa Rusia dan Korea Utara telah menandatangani pakta keamanan bersama pada Juni lalu.
Baca Juga: Utusan Korsel akan Berkunjung ke Markas NATO, Bicarakan Hubungan Rusia-Korut Ia berhenti mengonfirmasi keberadaan tentara Korea Utara di Rusia, namun mengklaim bahwa instruktur militer Barat telah lama dikerahkan secara diam-diam untuk membantu militer Ukraina menggunakan senjata jarak jauh yang dipasok oleh negara-negara Barat.
Potensi Dampak pada Dukungan AS untuk Ukraina
Ukraina, yang pertahanannya tertekan oleh serangan intensif Rusia di wilayah Donetsk, juga dihadapkan pada tantangan politik dari pemilu AS yang akan datang. Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan dapat menyebabkan berkurangnya dukungan militer AS untuk Ukraina, yang selama ini menjadi tulang punggung perlawanan mereka.
Editor: Handoyo .