Rusia Ikut Melawan Dominasi Dolar AS, Begini Dampaknya Bagi Perdagangan Global



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dominasi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang perdagangan global terus terus dilawan oleh berbagai negara. Yag terbaru, Rusia meminta setiap gas yang digunakan oleh negara lain dibayar menggunakan Rubel. 

Sebelumnya, China juga aktif mengurangi eksposur dollar dengan menggunakan yuan dalam transaksi perdagangannya dengan mitra dagang termasuk Indonesia, lewat payung local currency settlement (LCS).  Arab Saudi pun ikut akan menggunakan yuan saat mengekspor minyak ke China. 

Kendati demikian, Ekonom dan Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menilai peralihan penggunaan mata uang ini tidak akan memberikan dampak signifikan bagi perdagangan global. Lantaran, volume impor dan ekspor akan tetap sama meskipun alat pembayarannya diganti. 


“Kalau kita defisit, maka akan tetap defisit sehingga tidak akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan. Berbagai kebijakan ini hanya untuk mengimbangi dominasi dolar AS saja,” ujar Piter kepada Kontan.co.id, Kamis (24/3). 

Baca Juga: Geser Dominasi Dolar AS, China dan Arab Saudi akan Gunakan Yuan untuk Perdagangan

Terlebih, beberapa negara masih memiliki utang dengan dominasi mata uang dolar AS. Belum lagi, tidak semua negara memiliki kebijakan LCS, sehingga mau tidak mau akan tetap menggunakan mekanisme yang sudah ada, yakni dolar AS.

“Sistem moneter global itu sudah memberikan hak eksklusif keseimbanganya kepadai dollar AS. Sehingga susah untuk mengganti dominasinya selama sistemnya masih seperti sekarang. Kecuali ada keseimbangan baru atau mata uang yang menggantikan dolar AS,” terangnya. 

Bahkan Piter melihat berbagai negara maju seperti China, Jepang, hingga Korea Selatan memiliki cadangan devisa dengan mayoritas dalam bentuk dolar AS. Sehingga, bila ingin menggantikan dolar maka banyak pihak yang akan merugi. 

“Apa benar mereka tidak mau lagi dolar. Bila benar dolar AS sampai kehilangan nilainya, mereka akan merasa rugi. Pemilik surat utang AS paling besar ya China, ini menyebabkan tidak ada dorongan untuk menurunkan peranan dollar. Namun hanya mengimbangi dan mendorong ekspor impor ke suatu negara lewat kesepakatan LCS,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi