KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rusia akan menghentikan ekspor minyak ke negara-negara yang telah memberlakukan batasan harga. Larangan ekspor minyak tersebut akan berlaku efektif pada 1 Februari 2023 selama 6 bulan ke negara-negara yang mematuhi batasan tersebut. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menilai, pelarangan ekspor minyak oleh Rusia bisa memberi katalis negatif bagi pelaku pasar untuk kemudian melakukan aksi jual. Pelarangan ekspor minyak ini merupakan efek domino dari konflik geopolitik yang sedang terjadi saat ini. konflik geopolitik ini bisa membuat pasar menjadi tidak kondusif.
“Karena pasar menghendaki situasi yang kondusif terutama dari sisi eksternal, sehingga jika tercipta kondisi yang kondusif maka bisa meningkatkan
risk appetite untuk masuk ke pasar modal,” kata Nafan. Di sisi lain, pelemahan indeks dalam skala global juga dipengaruhi oleh sentimen potensi terjadinya resesi tahun depan. Pelaku pasar melihat outlook perekonomian 2023 masih cenderung suram dengan adanya potensi perlambatan ekonomi global.
Baca Juga: Saham Energi Melesat, Masih Bisa Dikoleksi? Para investor juga menyoroti kebijakan China dalam mengakhiri kebijakan zero covid-19. Kebijakan tersebut membuat kasus Covid-19 di negara tersebut melonjak,. Pasar saham juga dibayangi oleh kenaikan suku bunga The Fed. Pengetatan kebijakan moneter diperkirakan masih berlanjut di 2023 sampai inflasi di Amerika Serikat (AS) benar-benar terkendali. Sehingga, wajar apabila Santa Claus rally belum terlihat di bulan Desember ini. “Di sisi lain, ada sentimen laporan kinerja kuartal keempat yang menurut saya progresif, baik pendapatan maupun laba, sehingga bisa menjadi sentimen positif bagi pasar,” kata Nafan. Analis DCFX Futures Lukman Leong menambahkan, secara sentimen, larangan ekspor oleh Rusia memang mendukung kenaikan harga minyak. Tetapi, pasar akan mencermati pelaksanaannya, apakah hanya sekadar ancaman atau benar dilaksanakan. Berita terbaru mengatakan, Jepang akan mengimpor minyak mentah dari Rusia, yang merupakan impor pertama kali sejak Mei 2022.
Baca Juga: Tarif Jasa Pertambangan Terkerek Kenaikan Harga BBM Solar Lukman melihat, ekspor minyak Rusia ke China, India dan Turki akan kembali meningkat apabila China mulai membuka perekonomian mereka. Ekspor ke tiga negara tersebut naik ke kisaran 2.5 juta barel per jam atau hampir 300% tahun ini. Sedangkan ekspor ke Eropa telah turun dari 1,5 juta bph menjadi hanya sekitar 300.000 sampai 500.000 bph. “Saya melihat faktor China lebih berperan pada harga minyak mentah dunia. China yang apabila telah membuka kembali ekonomi mereka, dapat menyerap tambahan minyak mentah sebesar 1 juta bph,” kata Lukman. Dikarenakan dampak pada harga minyak mentah masih belum jelas dan justru condong negatif kecuali Russia memangkas produksi, maka dampak ke harga komoditas energi lainnya juga belum bisa dipastikan. Lukman mempertahankan proyeksi harga minyak mentah tahun depan yakni di rentang US$ 60 sampai US$ 65 per barel. Namun, apabila China membuka sepenuhnya ekonomi mereka, maka harga minyak berpotensi berada di kisaran US$ 80 sampai US$ 95 per barel. Nafan juga mengamini, larangan ekspor oleh Rusia akan membuat
supply minyak menjadi terbatas, sehingga bisa mempengaruhi harga minyak. Terlebih, OPEC juga membatasi produksi minyak dalam rangka menstabilkan harga komoditas ini. Jika harga minyak terapresiasi, emiten migas tanah air bisa mendapat benefit, seperti memperoleh margin yang lebih tinggi. "Bagi emiten-emiten migas, semestinya dengan faktor kenaikan harga minyak akan mampu meningkatkan kinerja keuntungan
bottom line,” pungkas Nafan. Rekomendasi saham Dalam riset tertanggal 23 Desember 2022, Research Analyst MNC Sekuritas Andrew Sebastian Susilo menilai, dengan pelonggaran kebijakan zero-covid China dan pengurangan produksi OPEC+ sebesar 2 mllion barrel oil per equivalen per day (MBOPED), permintaan minyak diproyeksikan meningkat pada tahun depan, dengan harga minyak yang diperkirakan akan normal kembali, namun masih di atas pra-pandemi tingkat. Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada 2023 ditetapkan sebesar US$ 95 per barel dengan target lifting minyak dinaikkan menjadi 660 MBOEPD Andrew melihat, dengan asumsi ini, beberapa perusahaan minyak akan diuntungkan, salah satunya PT AKR Corporindo Tbk (
AKRA). AKRA akan diuntungkan seiring dengan pertumbuhan sektor industri migas, perluasan stasiun pengisian bahan bakar minyak (BBM) BP-AKR, dan proyeksi pertumbuhan perekonomian sebesar 4,7% di 2023.
Selain itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS) juga akan diuntungkan karena volume produksi minyaknya berpotensi meningkat sebesar 265 MBOEPD dari wilayah kerja (WK) Rokan PSC, sehingga berpotensi meningkatkan laba bersihnya. MNC Sekuritas merekomendasikan beli saham AKRA dengan target harga Rp 1.700 dan beli saham PGAS dengan target harga Rp 2.200. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari