Rusia Mulai Kekurangan Pasokan Obat, Ini Titah Vladimir Putin



KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada hari Selasa (24/1/2023) bahwa terjadi kekurangan pasokan sejumlah obat-obatan di Rusia, meskipun negara tersebut memproduksi lebih banyak obatnya sendiri.

Terkait hal tersebut, Putin menyarankan untuk segera membangun stok obat-obatan populer demi mengatasi tingginya permintaan.

Melansir Reuters, menurut tokoh industri, meski obat resep dibebaskan dari sanksi Barat yang diberlakukan selama perang di Ukraina, pengiriman obat-obatan ke Rusia terhambat masalah transportasi, asuransi dan bea cukai yang disebabkan oleh perang dan tindakan pembatasan lainnya.


"Ada kekurangan beberapa obat, meskipun faktanya kita melihat produksi produk farmasi dalam tiga kuartal (pertama) tahun lalu tumbuh sekitar 22%," kata Putin dalam pertemuan televisi dengan pejabat pemerintah.

Dia menambahkan, "Enam puluh persen obat-obatan di pasaran adalah obat dalam negeri. Namun demikian, beberapa obat telah mengalami defisit, dan harga telah meningkat."

Dia menambahkan bahwa Rusia tidak membatasi impor obat-obatan dan terus bekerja sama dengan produsen asing.

Baca Juga: Latihan Militer Rusia, China, dan Afrika Selatan Akan Libatkan Rudal Hipersonik

"Kita perlu memastikan ada pasokan obat yang paling populer dalam jangka waktu tertentu," katanya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Rusia dapat menimbun obat untuk musim flu dengan cara yang sama seperti membangun cadangan gas untuk persiapan musim dingin.

Tak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari tahun lalu, warga Rusia bergegas untuk membeli obat-obatan. Banyak warga yang membeli obat untuk cadangan sebulan hanya dalam kurun waktu dua minggu.

Baca Juga: Rusia Ingatkan, Jika AS dan NATO Pasok Senjata ke Ukraina Akan Picu Perang Besar

Rusia juga mengimpor sebagian besar peralatan medisnya, seperti alat pacu jantung dan perangkat radioterapi, dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, dan ketergantungannya sangat akut pada mesin yang paling kompleks dan kritis.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie