KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Pemerintah Rusia menegaskan bahwa Amerika Serikat dan sekutunya akan dianggap sebagai pihak yang terlibat langsung dalam perang Ukraina jika Barat mengizinkan penggunaan rudal jarak jauh oleh Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia. Pernyataan ini disampaikan oleh Vyacheslav Volodin, Ketua Duma Negara, parlemen Rusia, pada Rabu (6/9). Volodin menekankan bahwa negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan Inggris terlibat dalam konflik tersebut.
Ia memperingatkan bahwa jika hal ini berlanjut, Rusia akan merespons dengan menggunakan senjata yang lebih kuat demi melindungi warganya.
Baca Juga: Putin Beri Peringatan Keras ke AS Soal Rencana Penempatan Rudal Jarak Jauh di Jerman "Semua ini akan memaksa negara kami untuk bertindak demi melindungi warga dengan senjata yang lebih merusak," ujar Volodin melalui pesan di Telegram. Pernyataan ini muncul setelah Presiden AS, Joe Biden, mengonfirmasi bahwa pemerintahannya sedang mempertimbangkan untuk mencabut pembatasan penggunaan senjata jarak jauh oleh Ukraina. Sumber-sumber Reuters sebelumnya menyebutkan bahwa AS hampir mencapai kesepakatan untuk memasok senjata tersebut, namun pengiriman mungkin tertunda beberapa bulan karena masalah teknis. Di sisi lain, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyebut Iran telah memasok rudal balistik kepada Rusia, yang menurutnya merupakan eskalasi signifikan dalam konflik tersebut. Iran membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai propaganda.
Baca Juga: Rusia Serang Kyiv dengan Rentetan Rudal, Tepat Hari Pertama Tahun Ajaran Baru Sekolah Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, terus mendesak negara-negara Barat untuk segera mengirimkan rudal jarak jauh, termasuk mengizinkan penggunaannya untuk menyerang sasaran di dalam wilayah Rusia, seperti pangkalan militer. Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin, sebelumnya telah memperingatkan bahwa ia dapat menempatkan rudal konvensional dengan jangkauan serang ke Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa jika Ukraina diperbolehkan melakukan serangan yang lebih jauh ke wilayah Rusia.
Perang di Ukraina bermula pada tahun 2014 setelah penggulingan presiden pro-Rusia dalam Revolusi Maidan, diikuti oleh pencaplokan Krimea oleh Rusia dan dukungan terhadap kelompok separatis di Ukraina timur.
Baca Juga: AS: Rusia Melanggar Larangan Senjata Kimia Global di Perang Ukraina Pada tahun 2022, Rusia melancarkan invasi besar-besaran yang memicu konfrontasi terbesar dengan Barat sejak Perang Dingin. Putin menganggap konflik ini sebagai pertempuran eksistensial melawan Barat, yang menurutnya telah menghina Rusia sejak runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989. Sebaliknya, Barat dan Ukraina menyebut invasi Rusia sebagai tindakan imperialis, dengan tekad untuk mengalahkan Rusia di medan perang.
Editor: Noverius Laoli