KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rusia menyatakan bahwa rencana Uni Eropa untuk membentuk aliansi pertahanan baru merupakan tanda meningkatnya militerisasi dan konfrontasi di Eropa. Peringatan ini muncul setelah Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menguraikan rencana pembentukan Uni Pertahanan Eropa. Von der Leyen, yang terpilih kembali untuk masa jabatan kedua pada hari Kamis, mengumumkan niatnya untuk membentuk Uni Pertahanan Eropa dalam lima tahun ke depan.
Proyek ini akan mencakup "Perisai Udara Eropa dan pertahanan siber" untuk menangani ancaman lintas batas. Ia menegaskan proyek-proyek besar ini akan terbuka untuk semua anggota dan akan dipercepat pelaksanaannya dengan memanfaatkan alat regulasi dan finansial yang ada.
Baca Juga: Perlombaan Rudal Terbaru Antara AS dan Rusia Telah Picu Ketegangan Global Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menanggapi dengan menyatakan bahwa proposal tersebut menunjukkan perubahan prioritas dan warna militer Uni Eropa. Peskov mengkritik bahwa negara-negara Eropa semakin mengandalkan militerisasi, peningkatan ketegangan, dan metode konfrontatif dalam kebijakan luar negeri mereka. Ia juga menambahkan bahwa meskipun Rusia tidak menimbulkan ancaman terhadap UE, tindakan negara-negara anggotanya mengenai Ukraina telah mengecualikan kemungkinan dialog dengan Rusia, memaksa Rusia untuk menyesuaikan pendekatan kebijakan luar negerinya. Dalam upayanya untuk terpilih kembali, von der Leyen, yang memenangkan 401 suara dari 720 kursi Parlemen Eropa, menekankan pentingnya keamanan dan perlunya "Eropa yang kuat" di tengah periode kecemasan dan ketidakpastian.
Baca Juga: Stok Senjata Menipis, Jerman Memangkas Bantuan Militer untuk Ukraina Dia juga mengulangi dukungan Uni Eropa terhadap Ukraina dalam konflik yang berlangsung selama 28 bulan dengan Rusia, serta mengkritik kunjungan Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban ke Moskow sebagai misi peredaan. Von der Leyen juga mengumumkan rencana untuk membentuk komisaris baru yang menangani krisis perumahan Eropa, memperkuat badan perbatasan Frontex, dan memerangi disinformasi.
Dia menekankan perlunya struktur khusus dalam serikat buruh untuk melawan manipulasi informasi dan campur tangan asing. Sebagai mantan Menteri Pertahanan Jerman, von der Leyen telah memimpin Komisi Eropa sejak 2019 dan merupakan perempuan pertama yang memegang jabatan tersebut.
Baca Juga: Negara-negara Indo-Pasifik Berbonodong-Bondong Bergabung ke KTT NATO, Ada Apa? Setelah kemenangan masa jabatan keduanya, dia akan mulai menunjuk kabinet komisaris berikutnya untuk kebijakan Uni Eropa.
Editor: Noverius Laoli