RUU EBT Terkendala Skema Power Wheeling, Begini Kata Pengamat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skema power wheeling dalam Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) menjadi salah satu kendala belum rampungnya beleid ini. Asal tahu saja, skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik.

Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai jika klausul tersebut diloloskan maka sejatinya melanggar UU Kelistrikan dan juga putusan Mahkamah Konstitusi terkait bundling-unbundling.

"Di sisi lain, UUD 1945 itu mengamanatkan bahwa kekayaan negara harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk masyarakat. Aset pemerintah berupa transmisi dan jaringan distribusi sejatinya tidak bisa dikomersialisasikan," kata Fahmi dalam keterangan resmi, Senin (24/10).


Fahmi menjelaskan, klausul tersebut juga berpotensi untuk merugikan negara. Sebab, dengan skema open source dimana aset transmisi dan distribusi bisa dimanfaatkan secara terbuka maka akan mempengaruhi Harga Pokok Produksi (HPP).

Baca Juga: Ini Catatan Asosiasi PLTMH Soal Pengembangan EBT di Indonesia

"Dimana para swasta bisa menyewa aset tersebut dengan harga yang murah yang nantinya akan mempengaruhi HPP, padahal PLN menjual listrik di bawah HPP saat ini yang dimana di dalamnya diberikan kompensasi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)," imbuh Fahmi.

Di satu sisi, hal ini juga tidak menyehatkan PLN. Sebab, transmisi dan jaringan distribusi dibangun menggunakan investasi PLN. Jika swasta memanfaatkannya dengan harga murah, maka hal tersebut akan merugikan PLN.

"Mereka bisa menyewa tanpa harus membangun, dimana PLN membangun tersebut membutuhkan skema investasi dan juga beberapa proyek menggunakan dana APBN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN), yang sejatinya hal tersebut tidak bisa dikomersialisasikan," pungkas Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi