RUU Kesehatan Hapus Mandatory Spending Kesehatan, IDI: Kontradiktif



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyoroti penghapusan kewajiban minimal (mandatory spending) anggaran kesehatan dalam RUU Kesehatan. IDI menilai penghapusan mandatory spending akan berdampak pada pelaksanaan janji pemerintah dalam menghadirkan transformasi kesehatan.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi mengatakan, dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% dari APBN di luar gaji. Selain itu, besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% dari APBD di luar gaji.

Menurut Adib, tidak adanya mandatory spending menunjukkan problem pemerintah dalam political budgetting pembiyaan kesehatan. Ia khawatir, pemerintah akan menambah porsi pinjaman luar negeri dalam pembiayaan kesehatan. Apalagi janji pemerintah untuk melakukan transformasi kesehatan diperkirakan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.


“Jadi ini sebuah hal yang kontradiktif,” ujar Adib dalam konferensi pers virtual, Jumat (7/7).

Baca Juga: Ini Alasan Mandatory Spending Kesehatan Dicoret di RUU Kesehatan

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan dan Desentralisasi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Yuli Farianti mengatakan, mandatory spending kesehatan selama ini hasilnya belum efektif. Oleh karena itu diperlukan satu inovasi atau terobosan dalam efektivitas anggaran kesehatan.

Yuli menjelaskan, Kemenkes mengamati dan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan evaluasi mengenai mandatory spending kesehatan.

Sejak tahun 2009 terlihat bahwa anggaran yang sudah didistribusikan belum menghasilkan outcome yang maksimal.

"Artinya dikasih uang banyak hasilnya sedikit," kata Yuli dalam Kanal YouTube Kemenkes, Minggu (9/7).

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengapresiasi dengan dibawanya RUU Kesehatan ke rapat paripurna. Budi mengatakan, melalui RUU Kesehatan, adanya transformasi sistem kesehatan bagi seluruh masyarakat yang lebih baik.

Di antaranya, dari fokus mengobati menjadi mencegah, kemudahan akses, industri kesehatan yang mandiri, sistem kesehatan yang tangguh, pembiayaan kesehatan yang transparan dan efektif. Lalu, untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan yang terdistribusi secara merata, dan lainnya.

Senada, Ketua Panja RUU Kesehatan yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menjelaskan, RUU Kesehatan memuat substansi yang mendukung penyelenggaraan transformasi sistem kesehatan.

Diantaranya meliputi penguatan tugas dan tanggungjawab pemerintah dalam penyelenggaraan kesehatan, penguatan penyelenggaraan upaya kesehatan dengan mengedepankan hak masyarakat dan tanggungjawab pemerintah.

Kemudian, penguatan pelayanan kesehatan primer yang berfokus ke pasien. Serta meningkatkan layanan di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan kepulauan dan bagi masyarakat rentan. Pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan untuk kemudahan akses bagi masyarakat.

Lalu, penyediaan tenaga medis layanan kesehatan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan spesialis/sub spesialis melalui sistem pendidikan dengan dua mekanisme dan lainnya.  "RUU tentang Kesehatan terdiri dari 20 BAB dan 458 pasal," ujar Melki.

Baca Juga: Jika Tetap Disahkan, IDI Siapkan Gugatan Uji Materiil RUU Kesehatan ke MK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat