KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) menyoroti isu-isu kebijakan di sektor kesehatan yang menjadi masukan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan. Wakil Ketua 3 Bidang Kelembagaan dan Kerjasama Persi Koesmedi Priharto menyebutkan, isu pertama ialah mengenai perizinan rumah sakit. Koesmedi menjelaskan, saat ini perizinan sudah menggunakan online single submission (OSS). Dengan penggunaan OSS, ia menyebut masih membutuhkan waktu untuk proses dalam mengumpulkan persyaratan sebelum diinput ke OSS.
Kedua, mengenai kedudukan lembaga Rumah Sakit Daerah. Dimana melalui RUU kesehatan omnibus law diharapkan adanya ketegasan dan kejelasan kedudukan kelembagaan RS daerah dapat langsung dibawah kepala daerah secara struktural. Namun secara fungsi tetap dibawah dinas kesehatan. Hal tersebut untuk fleksibilitas dan efektivitas serta efisiensi proses penganggaran dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Ketiga, mengenai pimpinan RS haruslah seorang dokter. Ia menjelaskan, pengobatan pasien dilakukan secara holistik. Maka seorang dokter harus benar-benar tahu bagaimana suasana orang yang sakit termasuk keluarga dan lingkungannya. Hal tersebut sudah diperoleh dokter sejak mereka pendidikan. "Bagaimana merawat secara holistik mereka sudah terbiasa, untuk berbicara dengan seorang dokter pun diperlukan sebuah komunikasi yang tentunya baik, tidak mungkin kita berbicara dengan dokter dengan sesuatu yang tidak dimengerti oleh kedua belah pihak. Sehingga kami tetap berpendapat bahwa seorang pimpinan Rumah Sakit sebaiknya tetap dokter demikian juga pimpinan atau wakil direktur pelayanan tetap harus seorang dokter," jelasnya dalam RDPU bersama Baleg DPR RI, Selasa (15/11).
Baca Juga: Ini Masukan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia soal RUU Kesehatan Keempat, Persi berharap klasifikasi rumah sakit tetap pada kompetensi, bukan terhadap jumlah tempat tidur seperti yang sedang diusulkan oleh BPJS Kesehatan. Kelima mengenai telemedicine, dalam RUU kesehatan omnibus law harus tegas dan jelas bahwa telemedicine harus di rumah sakit, klinik, puskesmas dan balai pelayanan kesehatan. Selain itu definisi rumah sakit dalam RUU kesehatan juga harus diperbaiki dengan menampung konteks telemedicine. "Memang sudah ada Permenkes telemedicine dan telehealth tapi masih berbatas pada covid," kata Koesmedi. Keenam soal alokasi anggaran kesehatan. Koesmedi mengakui bahwa BPJS Kesehatan kini menjadi unggulan bagi RS. Dimana apabila RS tak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan akan sulit dapatkan pasien. Namun, Ia menilai banyak aturan dari BPJS Kesehatan yang kini diterapkan. "Aturan-aturan yang kadang menekan rumah sakit dan kadang-kadang RS lebih takut pada BPJS daripada pemda. Nah ini perlu dicermati sebenernya rel dari BPJS harus dikembalikan kepada marwahnya tentang pembiayaan," imbuhnya. Selanjutnya, mengenai kebijakan mengurangi laju berobat ke luar negeri. Persi memberi masukan agar mulai dipikirkan mengenai penanganan kasus paliatif. Ia menambahkan mengenai kesenjangan mutu, aksesibilitas dan fasilitas kesehatan dibutuhkan peran dari Pemda. Pemda diharapkan dapat mengikutsertakan institusi-institusi lain untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan di daerahnya. Ke delapan, mengenai SDM kesehatan terutama dokter. Koesmedi menilai pekerjaan rumah saat ini bukan hanya menciptakan dokter sebanyak mungkin, tapi juga bagaimana mendistribusikannya ke daerah-daerah. Menumpuknya dokter di kota besar juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. "Dokter berangkat dari daerah tersebut, kemudian kembali ke daerah tersebut dia cuman bertahan satu hingga tahun ketiga dia sudah pergi daerah itu, pergi ke daerah kota-kota yang rame. Inilah yang harusnya kita pikirkan secara bersama-sama. Bukan hanya karena tenaga dokter itu kurang, kemudian kita menciptakan dokter yang lebih banyak," jelasnya.
Terakhir mengenai solusi pemenuhan SDM dokter spesialis. Saat ini fakultas kedokteran dinilai sudah cukup, namun kuota penerimaan calon dokter spesialis perlu ditambah. Kemudian perlu membuka fellowship bekerja sama dengan kolegium dan organisasi profesi serta rumah sakit. Serta mendorong pendidikan dokter berbasis RS atau hospital based. "Kami siap untuk berdiskusi untuk bagaimana kita menyusun masalah undang-undang kesehatan ini menjadi lebih baik," kata Koesmedi.
Baca Juga: Beleid Saat Ini Masih Relevan, IBI dan PPNI Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat