KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law menjadi Undang-Undang. Beberapa substansi menjadi sorotan termasuk hilangnya mandatory spending anggaran kesehatan dalam UU Kesehatan. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mohammad Adib Khumaidi menilai hilangnya mandatory spending ini akan berdampak pada munculnya privatisasi di sektor kesehatan.
"Hilangnya mandatory spending akan menghilangkan komitmen pemerintah pusat terkait dengan pembiyaan kesehatan dan kemudian membuka peluang privatisasi karena kebutuhan kesehatan semakin besar," kata Adib pada media di jumpai di depan Gedung DPR, Selasa (11/7).
Baca Juga: Dinilai Tidak Transparan, CISDI Kecam Pengesahan RUU Kesehatan Ia khawatir setelah mandatory spending hilang, pemenuhan anggaran kesehatan akan mudah dipenuhi oleh sumber lain seperti investasi hingga pinjaman luar negeri. Menurutnya hal ini bukanlah langkah yang bijak dan justru akan memberikan peluang privatisasi di sektor kesehatan, dimana hanya beberapa golongan tertentu yang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Ia mengatakan adanya privatisasi ini akan membuat sektor kesehatan terlihat seperti hanya mementingkan unsur ekonomi. Padahal, lanjutnya, sektor kesehatan juga harus mengedepankan nilai-nilai sosial dan kemanusian. "Nah ini tentunya yang akan dirugikan masyarakat Indonesia, jadi bukan hanya kami organisasi profesi," papar Adib. Sebelumnya, Kepala Pusat Kebijakan dan Desentralisasi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Yuli Farianti mengatakan, mandatory spending kesehatan selama ini hasilnya belum efektif. Oleh karena itu diperlukan satu inovasi atau terobosan dalam efektivitas anggaran kesehatan. Yuli menjelaskan, Kemenkes mengamati dan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan evaluasi mengenai mandatory spending kesehatan.
Baca Juga: Walau Ditolak Organisasi Profesi, DPR Tetap Sahkan RUU Kesehatan Menjadi UU Sejak tahun 2009 terlihat bahwa anggaran yang sudah didistribusikan belum menghasilkan outcome yang maksimal.
"Artinya dikasih uang banyak hasilnya sedikit," jelas Yuli. Maka perlu adanya terobosan dalam anggaran kesehatan, yakni dilakukan sesuai dengan perfomance based atau penganggaran berbasis kinerja. Ke depan akan disusun rencana induk kesehatan yang setiap tahun akan dibahas dengan DPR. Kemudian penganggarannya akan berbasis input-output dan outcome berdasarkan rencana induk pembangunan kesehatan yang menjadi acuan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi