KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ditjen Pajak menilai, skema keberatan yang berlaku dalam UU KUP saat ini memiliki plus dan minusnya sendiri. Pemerintah sendiri ingin mengubah ketentuan ini dalam RUU KUP yang baru namun hal ini dirasa memberatkan oleh pengusaha. “Yang sekarang pun sebenarnya ada plus minusnya. Sekarang, kami suspend dulu, penagihannya ditunda dulu, lalu pada saat (keberatannya) kalah wajib pajak (WP) kena sanksi 50%, pada saat kalah di banding kena 100%. Itu juga bukan hal yang ringan, meskipun ditunda,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar di Gedung DPR RI, Rabu (6/12). Ia melanjutkan, dalam RUU KUP nanti, memang Ditjen Pajak akan menagih dan WP harus langsung bayar, tetapi ada sisi positifnya juga. “Seandainya menang, dapat imbalan bunga 2%, tetapi kalau terlambat membayar 2% juga negara mengenakan sanksi. Kalau sekarang keberatan kalah 50% lho tambahannya. Banding kalah kena 100%,” jelasnya.
RUU KUP, dunia usaha masih diberatkan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ditjen Pajak menilai, skema keberatan yang berlaku dalam UU KUP saat ini memiliki plus dan minusnya sendiri. Pemerintah sendiri ingin mengubah ketentuan ini dalam RUU KUP yang baru namun hal ini dirasa memberatkan oleh pengusaha. “Yang sekarang pun sebenarnya ada plus minusnya. Sekarang, kami suspend dulu, penagihannya ditunda dulu, lalu pada saat (keberatannya) kalah wajib pajak (WP) kena sanksi 50%, pada saat kalah di banding kena 100%. Itu juga bukan hal yang ringan, meskipun ditunda,” ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar di Gedung DPR RI, Rabu (6/12). Ia melanjutkan, dalam RUU KUP nanti, memang Ditjen Pajak akan menagih dan WP harus langsung bayar, tetapi ada sisi positifnya juga. “Seandainya menang, dapat imbalan bunga 2%, tetapi kalau terlambat membayar 2% juga negara mengenakan sanksi. Kalau sekarang keberatan kalah 50% lho tambahannya. Banding kalah kena 100%,” jelasnya.