RUU Lembaga Keuangan Mikro, the legend continues



JAKARTA. Tahun depan pemerintah berencana untuk menuntaskan pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tak berbadan hukum, macam kelompok arisan yang ada di masyarakat menjadi koperasi simpan pinjam.

Program yang telah berjalan sejak 2009 ini cuma tersebar di enam provinsi: Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Jogjakarta, dan Bali. Program dari Kementerian Koperasi dan UKM ini bertujuan untuk menciptakan wirausaha-wirausaha baru dengan akses modal yang mudah dari perbankan besar. Tujuan ini menjadi bagian dari program besar kementerian untuk melahirkan 8 juta wirausaha anyar di Indonesia pada 2011.

Kepala Deputi III Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, Agus Muharram, menjelaskan peralihan dari LKM tak berbadan hukum menjadi koperasi simpan pinjam sebenarnya memudahkan masyarakat mendapat modal awal usaha tanpa agunan. Mereka pun dapat leluasa meminjam uang dari perbankan besar untuk usahanya. “Kami ingin memberi kepastian hukum kepada LKM yang bukan koperasi dan bukan bank agar mereka dapat mengakses biaya usahanya ke bank,” kata Agus kepada KONTAN, (27/8).


Agus mengatakan syarat menjadikan LKM tak berbadan hukum ke koperasi simpan pinjam sama dengan membentuk koperasi. Sebuah koperasi dapat berdiri jika terdapat 20 pendaftar dengan menyetor modal awal. Pada wilayah kabupaten setoran modal awal pembentukan sebuah koperasi mencapai Rp 15 juta. Pendaftarannya cukup ke Dinas Koperasi dan UKM.

“Jika koperasi telah terbentuk kami akan memberi pendidikan dan pelatihan. Juga menyediakan modal lewat Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB),” papar Agus. LPDB adalah lembaga di bawah Kementerian Koperasi dan UKM yang berfungsi mengelola dana bergulir bagi koperasi dan UKM, salah satunya dalam bentuk pinjaman. Menurut Agus, 6 provinsi menjadi daerah percontohan yang telah menjalankan program ini selama 2 tahun.

Telantar 6 tahun

Pemerintah, menurut Agus, tidak memiliki target bagi program perpindahan status LKM tak berbadan hukum menjadi berbadan hukum. Anggaran kementerian untuk program ini pun masih dibahas dan rencananya rampung pada Oktober mendatang.

Sementara teknis program ini telah berjalan sejak 2009, tetapi pembahasan untuk dibakukan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) LKM sudah dimulai tahun 2001. Bahasan awalnya tercetus dari gagasan pemerintah dengan Bank Indonesia sampai akhirnya jadilah draft RUU LKM. Menurut Agus, pada tahun 2004 draft itu sudah disampaikan ke Sekretaris Negara tetapi mental lantaran dinilai bukan aturan prioritas. Telantar 6 tahun, baru pada awal tahun ini rencana RUU LKM disampaikan kepada Sekretariat DPR dan Komisi VI DPR. Saat ini RUU LKM masuk prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010.

“RUU LKM itu penting karena pasal-pasal di dalamnya mengatur perlindungan terhadap pelaku usaha koperasi, penguatan keuangan, penjaminan kredit, sampai penguatan hukum, kata Agus.

Menurut Agus, pemerintah telah mengajukan draft RUU LKM versi pemerintah kepada DPR sebagai lampiran bahan jawaban tertulis atas pertanyaan DPR saat rapat dengar pendapat. Namun, Wakil Ketua Komisi VI DPR, Aria Bima, mengaku belum menerima draft dari pemerintah. Menurutnya, komisi VI DPR hanya memegang draft RUU LKM versi DPR. Padahal, rencana DPR mengkaji RUU LKM ini dimulai pekan depan.

“Sampai-sampai kami ndak punya kerjaan karena draft itu belum sampai ke kami. Pemerintah sepertinya tidak punya goodwill, kementerian juga hanya berfungsi pengawasan dan kebijakan,” kata politisi PDI Perjuangan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.