JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (RUU MA) memanas. Dalam pembahasan Kamis (25/9), fraksi PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berkeras membendung pengesahan RUU MA ini.Kedua fraksi ini menilai pembahasan RUU MA berlangsung terlalu cepat sehingga pembahasannya dipaksakan. Setiap anggota Panja belum secara bulat menyepakati pasal tentang batas usia pensiun hakim agung, namun sebagian besar fraksi telah menutup ruang diskusi.Menurut PDIP dan PKS, kesepakatan yang tercapai baru pada pasal yang ingin memperkuat peran pengawasan terhadap hakim agung oleh Komisi Yudisial. "Ada upaya agar RUU ini selesai dan langsung masuk ke tim perumus (timus) kemudian di paripurnakan Jumat (26/9). Ini seperti kejar tayang," kata Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU MA dari Fraksi PKS Nazir Jamil, di sela rapat Panja RUU MA, Kamis (25/9). Anggota Panja dari Fraksi PDIP Eva K. Sundari memutuskan hengkang dari rapat setelah sekitar satu jam mengikuti rapat. "Aziz Syamsuddin tampak sekali memaksakan RUU itu ditangani tim perumus segera malam ini," kata Eva, kesal. Azis Syamsuddin adalah Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Golkar. Dua fraksi ini menilai batas maksimum usia hakim agung untuk pensiun mencapai 70 tahun masih bersifat sementara. Namun di luar dua fraksi ini, anggota Panja menginginkan pembahasan segera bergulir. Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin membantah fraksi PKS dan PDIP telah memaksakan kehendak. Namun Aziz membenarkan ingin mempercepat pembahasan. "Tapi saya tidak mau berasumsi kapan ini akan selesai, saya tidak tahu sudah berapa persen selesai. Ini bukan hitungan bisnis tapi politik," tegas Aziz. Tapi Azis membantah adanya intrik untuk meluluskan kepentingan dari partai politik terhadap hakim agung. Perpanjangan usia pensiun hakim agung menjadi 70 tahun terkait dengan usia pensiun Ketua MA Bagir Manan yang akan pensiun 6 Oktober 2008 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News RUU MA Dipercepat, Fraksi PDIP dan PKS Meradang
Oleh: Dian Pitaloka
Kamis, 25 September 2008 22:18 WIB