JAKARTA. Salah satu hal penting yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah kontrol terhadap dana asing yang masuk ke Indonesia melalui ormas. Selain untuk menciptakan akuntabilitas dan transparansi, kontrol dana asing juga untuk menjaga kedaulatan negara. RUU Ormas Tahun 2013 Pasal 37 Ayat (1) menyatakan, keuangan ormas dapat bersumber dari berbagai pihak. Salah satunya adalah bantuan asing. Ayat 2 mengatur, keuangan ormas harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, kejelasan dana asing sangat penting. ”Kalau tidak jelas, bisa saja dana itu dipakai untuk kepentingan teroris, pencucian uang, dan misi-misi lain yang merugikan bangsa kita,” ujarnya, Rabu (3/7), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Di dalam RUU Ormas yang disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU baru-baru ini, menurut Gamawan, tak ada klausul bantuan asing harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, tetapi cukup diketahui pemerintah. Hal tersebut berbeda dengan UU No 8 Tahun 1985 Pasal 13 yang menyebutkan, pemerintah dapat membekukan pengurus atau pengurus pusat ormas apabila ormas menerima bantuan asing tanpa persetujuan pemerintah. Menurut Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat Fransisca Fitri, sikap negara berlebihan soal pengaturan dana asing itu. Digesernya fokus perhatian dari pengantisipasian kekerasan oleh ormas menjadi pengaturan dana asing memperburuk kecurigaan masyarakat terhadap maksud tersembunyi negara. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Abednego Tarigan juga menilai, RUU Ormas sarat dengan kepentingan penguasa. ”Kami memiliki 28 cabang di seluruh Indonesia dan sering mengkritisi pemerintah serta pemodal. UU ini seperti UU Pornografi, akan digunakan untuk menindak pihak yang dianggap berseberangan dengan penguasa,” ujarnya. Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Entjeng Sobirin kecewa dengan sikap DPR yang dinilainya serampangan dan ngotot mengesahkan UU Ormas di tengah berbagai penolakan dari banyak ormas. Pasal-pasal dalam perundangan itu juga tidak mengakomodasi masukan dari ormas, termasuk NU. Namun, menurut mantan Ketua Pansus DPR untuk RUU Ormas Malik Haramain, selama pembahasan RUU itu tak ada ormas yang menyatakan keberatan dengan ketentuan wajib melaporkan dana asing yang mereka terima. Bahkan, ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah mendukung usulan itu. Sejumlah ormas kini menggalang gerakan untuk melawan RUU Ormas, termasuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. (ato/iam/ryo/ong/now/Kompas Cetak)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
RUU ormas kontrol dana asing ke ormas
JAKARTA. Salah satu hal penting yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah kontrol terhadap dana asing yang masuk ke Indonesia melalui ormas. Selain untuk menciptakan akuntabilitas dan transparansi, kontrol dana asing juga untuk menjaga kedaulatan negara. RUU Ormas Tahun 2013 Pasal 37 Ayat (1) menyatakan, keuangan ormas dapat bersumber dari berbagai pihak. Salah satunya adalah bantuan asing. Ayat 2 mengatur, keuangan ormas harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, kejelasan dana asing sangat penting. ”Kalau tidak jelas, bisa saja dana itu dipakai untuk kepentingan teroris, pencucian uang, dan misi-misi lain yang merugikan bangsa kita,” ujarnya, Rabu (3/7), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Di dalam RUU Ormas yang disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU baru-baru ini, menurut Gamawan, tak ada klausul bantuan asing harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah, tetapi cukup diketahui pemerintah. Hal tersebut berbeda dengan UU No 8 Tahun 1985 Pasal 13 yang menyebutkan, pemerintah dapat membekukan pengurus atau pengurus pusat ormas apabila ormas menerima bantuan asing tanpa persetujuan pemerintah. Menurut Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat Fransisca Fitri, sikap negara berlebihan soal pengaturan dana asing itu. Digesernya fokus perhatian dari pengantisipasian kekerasan oleh ormas menjadi pengaturan dana asing memperburuk kecurigaan masyarakat terhadap maksud tersembunyi negara. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Abednego Tarigan juga menilai, RUU Ormas sarat dengan kepentingan penguasa. ”Kami memiliki 28 cabang di seluruh Indonesia dan sering mengkritisi pemerintah serta pemodal. UU ini seperti UU Pornografi, akan digunakan untuk menindak pihak yang dianggap berseberangan dengan penguasa,” ujarnya. Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Entjeng Sobirin kecewa dengan sikap DPR yang dinilainya serampangan dan ngotot mengesahkan UU Ormas di tengah berbagai penolakan dari banyak ormas. Pasal-pasal dalam perundangan itu juga tidak mengakomodasi masukan dari ormas, termasuk NU. Namun, menurut mantan Ketua Pansus DPR untuk RUU Ormas Malik Haramain, selama pembahasan RUU itu tak ada ormas yang menyatakan keberatan dengan ketentuan wajib melaporkan dana asing yang mereka terima. Bahkan, ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah mendukung usulan itu. Sejumlah ormas kini menggalang gerakan untuk melawan RUU Ormas, termasuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. (ato/iam/ryo/ong/now/Kompas Cetak)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News