RUU P2SK Atur Perubahan 17 UU, Bawa Angin Segar Bagi Sektor Keuangan Indonesia



KONTAN.CO.ID - Pada Kamis (15/12), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menjadi UU. Dengan disahkannya RUU P2SK ini, diharapkan sektor keuangan Indonesia dapat menjadi lebih kuat menghadapi berbagai risiko krisis global.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan RI Suminto mengatakan, RUU P2SK merupakan bagian dari rangkaian reformasi dan transformasi ekonomi yang telah dilakukan pemerintah.

“Perekonomian, pembangunan kita sangat membutuhkan sektor keuangan. Sektor keuangan yang seperti apa? Pertama, sektor keuangan harus berfungsi dengan baik. Yang kedua, sektor keuangan yang stabil. RUU P2SK memberikan legal dan regulatory framework guna memastikan sektor keuangan kita berfungsi dengan baik dan bisa dijaga stabilitasnya,” ujar Suminto dalam Webinar “Kupas Tuntas UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan” yang diselenggarakan Kontan pada Kamis (22/12) lalu.


Lebih lanjut Suminto menjelaskan, RUU P2SK mengatur dua aspek penting. Pertama, mengatur kelembagaan otoritas sektor keuangan seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kedua, mengatur industri sektor keuangan. Secara keseluruhan, RUU P2SK melakukan perubahan terhadap 17 UU yang berlaku sebelumnya.

“Dari sisi kelembagaan otoritas, kita memberikan penguatan dan kejelasan terhadap mandat, tugas, fungsi, dan wewenang dari otoritas-otoritas di sektor keuangan,” imbuh Suminto.

Perubahan aturan terhadap kelembagaan otoritas sektor keuangan dalam RUU P2SK antara lain penegasan independensi BI sebagai bank sentral. Anggota Dewan Gubernur BI tidak diperbolehkan menjadi pengurus dan atau anggota partai politik.

Perubahan lainnya terdapat pada aturan mengenai hak suara dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). RUU P2SK memasukkan LPS sebagai anggota yang juga memiliki hak suara dalam KSSK.

“KSSK merupakan forum yang penting sebagai platform koordinasi antarotoritas sektor keuangan. Fungsinya sangat penting untuk menjaga stabilitas sektor keuangan, sehingga kita perkuat melalui RUU P2SK ini,” kata Suminto.

Dari aspek industri, RUU P2SK menangkap fenomena yang terjadi saat ini dan di masa depan dalam sektor keuangan Indonesia. Kehadiran RUU ini menjadi angin segar yang dinantikan oleh industri sektor keuangan dalam hal kepastian hukum dan regulasi terkait perkembangan terkini.

Perlindungan konsumen dan investor pun menjadi sorotan utama dalam RUU P2SK. Salah satu mekanismenya diatur melalui pengenaan sanksi dan denda yang lebih berat dibandingkan perundang-undangan sebelumnya. Misalnya saja, siapa pun yang menghimpun dana masyarakat tanpa izin dari OJK akan dipidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp1 triliun.

“Nilai sanksi kita sesuaikan dengan perkembangan zaman, nilai rupiah beberapa tahun lalu dengan sekarang tentu berbeda. Sanksi pidana merupakan upaya terakhir. Kita lebih mengedepankan prinsip keadilan restoratif atau restorative justice. Termasuk mengembalikan kerugian atau keuntungan yang tidak sah kepada korban,” tandas Suminto.

Sementara itu menurut kajian yang dilakukan PROSPERA – Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian, RUU P2SK mencoba menjawab tiga tantangan utama dalam sektor keuangan Indonesia. Pertama, bagaimana RUU P2SK mendorong fungsi intermediasi sektor keuangan untuk menghasilkan investasi yang lebih produktif. Kedua, bagaimana RUU P2SK memberikan pengaturan ke arah pengembangan sektor keuangan di masa depan. Ketiga, bagaimana RUU P2SK melakukan pengaturan institusi untuk menjamin stabilitas sektor keuangan.

“Dari isu legacy, intermediasi dibutuhkan untuk meningkatkan pool of funds, terutama untuk long term financing seperti asuransi dan dana pensiun. Kalau tidak ada kepastian regulasi untuk investasi jangka panjang seperti dana pensiun, orang akan kehilangan trust untuk berinvestasi,” papar Anton Hermanto Gunawan, Head of Macroeconomic and Financial Sector Policies at PROSPERA, yang juga menjadi pembicara dalam webinar.

Dalam kajian PROSPERA, pemerintah masih harus melakukan sejumlah inisiatif agar RUU P2SK dapat mencapai sasarannya. Di antaranya mengeluarkan regulasi turunan seperti PP (Peraturan Pemerintah) dan POJK (Peraturan OJK) untuk mengatur sektor perbankan digital, penguatan kapasitas serta regulasi OJK terkait wewenang pengawasan yang baru, hingga melakukan pemisahan aset dan tata kelola yang jelas serta transparan antara program penjaminan simpanan perbankan dan polis asuransi yang dilakukan LPS.

“Mudah-mudahan implementing regulation yang akan diterapkan dalam waktu dua hingga lima tahun ini bisa diselesaikan dengan cukup baik dan sinkron dengan RUU P2SK, sehingga memperkuat dan mengembangkan sektor keuangan dan menunjang stabilitas perekonomian kita,” tegas Anton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ridwal Prima Gozal