RUU P2SK Rombak Susunan Dewan Komisioner OJK, Apa Saja yang Berubah?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perombakan anggota dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal dilakukan melalui Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Dari sebelumnya hanya berjumlah sembilan, nantinya akan bertambah menjadi 11.

Dalam draf RUU P2SK versi 8 Desember yang diterima KONTAN, tertulis ada penambahan jumlah dewan komisioner OJK hingga penambahan peran baru dari dewan komisioner yang sudah ada sebelumnya.

Adapun, dewan komisioner yang bertugas sebagai kepala eksekutif pengawas Industri Keuangan Non Bank bakal dipecah menjadi tiga peran kepala eksekutif pengawas baru.


Baca Juga: OJK Pelototi Fintech dengan NPL di Atas 5%

Pertama, kepala eksekutif pengawas perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun. 

Kedua, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Terakhir, ada Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto.

Tak hanya itu, ada penambahan peran baru dari kepala eksekutif pengawas pasar modal menjadi kepala eksekutif pengawas pasar modal, keuangan derivatif dan bursa karbon.

Sementara itu, kepala eksekutif edukasi dan perlindungan konsumen juga mendapat tugas tambahan baru yaitu sebagai pengawas perilaku pelaku usaha jasa keuangan.

Melihat dengan adanya rencana penambahan tersebut, pengamat ekonomi Yanuar Rizky berpendapat bahwa tidak semua sektor baru yang ada industri keuangan perlu menjadi pengawasan baru untuk dewan komisioner.

Baca Juga: OJK Sebut Kinerja Sejumlah Fintech Lending Menurun, Begini Tanggapan Pelaku Usaha

Sebab, meskipun ada beberapa industri yang asetnya membesar perlu dipikirkan kembali apakah sudah layak dianggap pengaruhnya ke stabilitas sistem keuangan.

“Kalau tiap sub sektor menjadi sektor komisioner sendiri, makin lama makin banyak dewan komisionernya,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (8/12).

Lebih lanjut, ia berpendapat ini justru menunjukan ketidakcakapan dalam membangun kultur otoritas. Ditambah, rencana ini terjadi di tengah banyak industri sedang melakukan banyak efisiensi.

“Jadi kayak bagi-bagi jabatan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi