RUU PDP Disahkan, Ini Kategori Data Pribadi dan Sanksi Korporasi Bisa Dilikuidasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia diharapkan segera berakhir.

Hal ini setelah pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (7/9) yang lalu mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Data Pribadi. 

RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) hasil kesepakatan pembahasan pemerintah dan DPR ini selanjutnya akan dibawa ke Presiden untuk di undangkan menjadi Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).


Baca Juga: Denda Besar bagi Pembocor Data

Pada draf Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) di tingkat tim perumus dan tim sinkronisasi per 2 September 2022 yang diterima KONTAN menyebutkan adanya sanksi tegas bagi pelanggaran atas penggunaan data pribadi penduduk Indonesia.

RUU PDP versi ini terdiri dari 16 Bab, dan 75 pasal. Sementara versi final menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate RUU yang disahkan terdiri dari 76 pasal dan  16 bab.   Meskipun demikian dua draf tersebut sama sama menyebutkan sanksi ini berupa denda administrasi dengan nilai maksimal Rp 5 miliar hingga sanksi pidana kurungan penjara hingga 6 tahun atau pidana denda maksimal Rp 6 miliar.

Baca Juga: Bentuk Lembaga Perlindungan Data Pribadi akan Ditentukan oleh Presiden

Sanksi lain bisa dibebankan kepada korporasi dan pengurus korporasi. Bentuk sanksi bisa berupa penyitaan dan perampasan aset hingga penutupan usaha bahkan pembubaran usaha alias likuidasi.

RUU PDP memperinci bahwa data pribadi terdiri atas data yang bersifat spesifik dan data yang bersifat umum. 

Seperti diatur pada pasal 4 RUU Perlindungan Data Pribadi, bahwa data bersifat spesifik ini meliputi data dan informasi kesehatan; data biometrik; data genetika; catatan kesehatan; data anak; data keuangan pribadi; dan data lain yang diatur oleh ketentuan perundang-undangan.

Sementara data pribadi yang bersifat umum adalah data yang berisi nama lengkap, jenis kelamin, dan kewarganegaraan, agama, status perkawinan juga data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.   Pengaturan sanksi pidana dalam RUU PDP di muat pada pasal 66 yang meliputi;

Baca Juga: Kadin Harapkan Industri Dilibatkan dalam Penyusunan Aturan Turunan RUU PDP

Pertama, setiap orang yang sengaja melawan hukum "memperoleh atau mengumpulkan" data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang mengakibatkan kerugian subjek data pribadi, dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.

Kedua, setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum "mengungkapkan data pribadi" yang bukan miliknya dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 4 miliar.

Ketiga, tiap orang yang dengan sengaja "menggunakan data pribadi" yang bukan miliknya dipidana penjara paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.

Adapun pada pasal 67, atau RUU PDP versi lain tanggal 5 September ada di pasal 68, setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. 

Perbuatan ini dipidana dengan hukuman penjara 6 tahun atau pidana denda paling besar Rp 6 miliar.

Baca Juga: Menkominfo Mengimbau Masyarakat Lebih Berhati-hati Menggunakan Data Pribadi

Sementara pada Pasal 68 pelaku bisa dijatuhi pidana perampasan keuntungan dan atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian. Versi lain RUU PDP pasal ini dikenakan sebagai pidana tambahan

Jika pelaku usaha adalah korporasi maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat dan korporasi itu sendiri.

Pidana kepada korporasi ini hanya berupa denda dengan paling banyak 10 kali dari maksimal pidana yang diancamkan

Korporasi juga bisa dijatuhi hukuman tambahan berupa perampasan keuntungan dan harta kekayaan yang diperoleh atau hasil tindak pidana. Selain itu dengan pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi.   Hakim juga bisa menjatuhkan pidana pelarangan permanen kepada korporasi agar tidak melakukan perbuatan tertentu hingga penutupan seluruh usaha atau sebagian tempat usaha kegiatan dari korporasi tersebut.

Sanksi yang lebih ringan adalah menjatuhkan pidana agar korporasi melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan, dan membayar ganti kerugian, perbaikan akibat tindak pidana. 

Selain itu hakim bisa menjatuhkan hukuman pencabutan izin usaha hingga pembubaran korporasi.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar