JAKARTA. Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan dipertanyakan substansinya. Hal ini karena masalah pertanahan sendiri sudah diatur pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria. "Sebagai UU, kita tidak hanya bisa menginginkan penyelesaian dari masalah yang sekarang ada, tapi harus bisa juga memprediksi perkembangan masyarakat," ujar pakar hukum agraria Achmad Sodiki, saat diskusi publik bertema "Kiblat RUU Pertanahan, Kembali ke Pancasila dan UUPA 1960" di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (1/6/2016). Menurut Sodiki, RUU ini juga harus bisa mengantisipasi apa yang akan timbul di masyarakat. Hal ini bertujuan agar ketika sudah diundangkan dan masyarakat berubah, UU bisa mengikuti.
RUU Pertanahan harus akomodasi perkembangan zaman
JAKARTA. Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan dipertanyakan substansinya. Hal ini karena masalah pertanahan sendiri sudah diatur pada Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria. "Sebagai UU, kita tidak hanya bisa menginginkan penyelesaian dari masalah yang sekarang ada, tapi harus bisa juga memprediksi perkembangan masyarakat," ujar pakar hukum agraria Achmad Sodiki, saat diskusi publik bertema "Kiblat RUU Pertanahan, Kembali ke Pancasila dan UUPA 1960" di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (1/6/2016). Menurut Sodiki, RUU ini juga harus bisa mengantisipasi apa yang akan timbul di masyarakat. Hal ini bertujuan agar ketika sudah diundangkan dan masyarakat berubah, UU bisa mengikuti.