JAKARTA. Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo mengingatkan pemerintah untuk tidak salah langkah dalam mengambil keputusan kebijakan kenaikan cukai rokok. Jangan sampai, kebijakan ini memberi keuntungan lebih besar pada pengusaha asing bermodal besar ketimbang industri rokok lokal. “Jangan sampai industri-industri strategis seperti rokok ini dikuasai asing. Bahkan kretek yang merupakan warisan leluhur kita juga nanti dinikmati asing keuntungannya," ujar Firman dalam pernyataan yang diterima KONTAN, Selasa (4/10). Firman mengingatkan, naiknya cukai rokok akan mematikan industri rokok lokal. Akibatnya, akan banyak rokok asing yang dengan mudah masuk ke Indonesia. “Apalagi, sekarang ini rokok Amerika sudah mulai hijrah ke Indonesia," ujarnya.
Politisi dari Partai Golkar itu berharap, pemerintah tidak terjebak oleh opini lembaga swadaya masyarakat atau NGO asing yang ingin membenturkan industri farmasi dengan industri pertembakauan. Ketika mengekang industri rokok, dia minta, pemerintah juga melihat ada sektor lain yang berebut pasar di Indonesia misalnya perluasan impor hasil industri pengganti nikotin atau
nicotine replacement therapy (NRT). Menurut dia, negara-negara yang mendorong antirokok seperti China, Singapura, dan Australia justru tak punya industri rokok, sehingga tak sesuai dengan kondisi Indonesia. RUU Pertembakauan Sementara itu, terhadap Prakarsa Bebas Tembakau atau Free Tobacco Initiative (FTI), pengamat pertembakauan Gabriel Mahal mengingatkan pemerintah agar mendasarkan Rancangan UU Pertembakauan sesuai UUD 1945. Menurutnya, hal ini sudah tercermin di alinea ke-4. “Jadi, jika membicarakan tentang pembuatan UU Pertembakauan, maka substansi UU itu harus memastikan dan memberikan jaminan," kata Gabriel.
Pertama, UU Pertembakauan tersebut harus melindungi segenap rakyat pertembakauan Indonesia, yang berarti melindungi seluruh masyarakat Industri Pertembakau Indonesia, mulai hilir hingga hulu. Jaminan perlindungan ini penting karena menurut Gabriel, industri pertembakauan nasional Indonesia adalah salah satu industri yang memberikan konstribusi besar bagi APBN, dan penyerap tenaga kerja yang besar, dan memberikan
multiplier effect bagi masyarakat.
Kedua, lanjut Gabriel, UU Pertembakauan tersebut harus memberikan perlindungan dan jaminan memajukan kesejahteraan rakyat pertembakauan Indonesia, khususnya, kesejahateraan rakyat umum Indonesia pada umumnya. "Jika ada ketentuan dalam UU itu yang justru merugikan, atau membuat rakyat petani tembakau semakin tidak mungkin mencapai kesejahteraan, maka UU itu sudah bertentangan dengan tujuan mensejahterakan ini," kata dia.
Ketiga, UU Pertembakau tersebut harus memberikan jaminan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Karena itu, Gabriel meminta pemerintah berhati-hati menentukan nasib industri tembakau, ketika kebijakan ini bisa mengancam negara kehilangan sumber pendapatan besar dari industri ini. Banyak pula pekerja yang menggantung kehidupannya di dunia pertembakauan. Sebaliknya, jika mengedepankan bisnis pengganti nikotin, diyakini tidak menyerap tenaga kerja bagi sebagaimana industri tembakau nasional, mulai dari hilir hingga hulu. “Ini jelas timbulkan ketidakadilan sosial internasional. Lihat juga kasus larangan bagi Rokok Kretek Indonesia untuk masuk dan diperdagangkan di Amerika. Sementara, rokok Amerika bisa masuk dan diperdagangkan di Indonesia. Ini juga menggambarkan ketidakadilan sosial internasional. Hal-hal seperti ini yang mesti diperhatikan dalam pembuatan UU pertembakauan itu,” ujar Gabriel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia